17 Agustus 2017 HUT ke-72 Proklamasi RI

0
1459

TEMA : “Kekerasan Merusak Jatidiri Nasionalisme”
Bacaan Alkitab : Keluaran 2:11-15

Saudara-saudara yang kekasih,

Hari ini, tanggal 17 Agustus kita kembali memperingati suatu hari yang bersejarah bagi bangsa kita, yaitu hari Kemerdekaan. Di tengah suasana kemeriahan kita merayakan HUT Proklamasi ini, kita diperhadapkan dengan pembacaan Alkitab yang terdapat dalam Keluaran 2 : 11 – 15. Bacaan ini menceritakan bagaimana perasaan nasionalisme bangsa Ibrani yang dimiliki seorang Musa,  ketika mengalami penjajahan di negeri Mesir. Musa sebagai bayi laki-laki Ibrani, sesuai dengan aturan Negara Mesir harus dibunuh. Sehingga ia harus dibuang oleh ibunya di Sungai Nil dan ditemukan oleh Puteri Firaun. Sekalipun ia dibesarkan dan dididik dalam lingkungan istana Mesir, namun tidak melunturkan rasa nasionalismenya sebagai jatidiri orang Israel. Hal itu nyata dari perbuatannya membela orang Israel, dengan  membunuh seorang Mesir yang telah memukul saudaranya, seorang Ibrani. Ekspresi rasa nasionalismenya itu, ia pun menegur dua orang Ibrani yang tengah berkelahi. Bagi Musa tidaklah pantas sesama saudara dan sesama satu bangsa harus bertengkar. Rupanya teguran Musa ini tidak diterima oleh salah satu orang Israel yang sedang bertengkar itu. Dan orang itu rupanya tahu tentang kejadian Musa membunuh orang Mesir. Sehingga dengan kejadian itu, Musa pun takut dan melarikan diri. Karena ia tahu Firaun akan membunuh dia, atas per-buatannya itu.

Dalam konteks pembacaan ini, yang perlu diteladani adalah nasionalisme Musa. Namun nasionalisme jangan diwujudkan dalam bentuk kekerasan, karena dengan melakukan kekerasan Musa menyadari ia telah melakukan pelanggaran hukum. Oleh sebab itu Musa melarikan diri ke Midian. Dengan kesadaran Musa ini, memberi pesan kepada kita bahwa kekerasan merusak jatidiri dan nasionalisme.

Artinya, semangat nasionalisme boleh saja, tetapi tanpa kekerasan. Jadi dalam hal ini, kita tidak akan melegalkan suatu tindakan kekerasan, sekalipun itu dimotivasi oleh dorongan rasa nasionalisme. Berkaitan dengan hal itu, memperjuangkan nasio-nalisme hendaknya tidak dengan kekerasan, yang seringkali menjadi alat untuk mencapai tujuan. Seperti ajaran yang meng-halalkan kekerasan untuk membela suatu agama. Sebagaimana yang diingatkan oleh Tuhan Yesus dalam Yohanes 16 : 2, yang berbunyi, ”Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.”

Kekerasan saat ini memang sudah menjadi trending topik di mana-mana, mulai dari dalam keluarga itu sendiri, kekerasan antar individu, sampai merembet kepada kekerasan antar kelompok atau kekerasan massal, dan genoside. Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi akhir-akhir, telah memicu rusaknya jatidiri dan nasionalisme itu sendiri, sehingga bisa berakibat pada perpecahan bangsa.

Kita harus terus berusaha agar rasa nasionalisme itu terus diperjuangkan dalam rangka keutuhan bangsa. Sama seperti yang juga pernah dilakukan oleh para pahlawan asal Sulawesi Utara. Mereka telah berjuang untuk kemerdekaan bangsa kita, dengan mengorbankan jiwa dan raga. Suatu keunikan bagi para pahlawan asal Sulawesi Utara, seperti di antaranya Sam Ratulangi, AA Maramis, Wolter Mongisidi, Babe LN Palar, dan masih banyak lagi, telah mengharumkan Sulawesi Utara di tengah bangsa kita Indonesia. Mereka telah menjadi saksi-saksi iman di negara Republik Indonesia.

Di saat kita merayakan HUT ke-72 Kemerdekaan Republik Iindonesia pada tahun 2017 ini, kita perlu bercermin pada semangat nasionalisme Musa. Allah telah memilih Musa sebagai pemimpin bangsa Israel, untuk keluar dari Mesir dan menuju ke Tanah Perjanjian, dengan melihat potensi, keberanian, dan amat terlebih imannya Musa. Sebagaimana disaksikan dalam Kitab Ibrani 11:23-26, yang berbunyi, “Karena iman maka Musa, setelah ia lahir, disembunyikan selama tiga bulan oleh orang tuanya, bahwa anak itu elok rupanya dan mereka tidak takut akan perintah raja. Karena iman, maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak Puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah, daripada untuk sementara menikmati kesenangan dan dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus  sebagai kekayaan yang lebih besar daripada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah”. Berdasarkan kesaksian Musa ini, memberikan makna, bahwa tinggal di Istana bukanlah jaminan kebahagiaan kekal. Ini juga mengisyaratkan kepada mereka yang duduk di pemerintahan untuk tidak melupakan jatidirnya. Karena banyak umat Kristen juga jatuh dalam dosa, karena terlena dengan kesenangan duduk dalam pemerintahan, khususnya mereka yang memperoleh berbagai jabatan birokrasi.

Kembali pada persoalan kekerasan, maka arti dari kekerasan itu sendiri bukan hanya tertuju pada kekerasan secara fisik. Tapi saat ini banyak pula kekerasan yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan psikis (kejiwaan), seperti teror mental, character assassination (pembunuhan karakter), peyebaran isu untuk menjatuhkan seseorang, kriminalisasi (mengkriminalkan sese-orang atau kelompok), umpatan caci maki, juga melalui tulisan-tulisan atau status dalam dunia maya (online, media sosial, dsb). Bagi kita sebagai umat yang percaya kepada Tuhan Yesus, marilah kita memberikan keteladanan dalam peningkatan rasa nasionalisme itu, dalam sikap dan tingkah laku kita sehari-hari. Misalnya dengan selalu memberi diri dalam berpartisipasi di tengah masyarakat, seperti mengikuti kerja bhakti, membayar pajak tepat waktu, menjaga kelestarian lingkungan, melakukan upaya-upaya penegakan hukum, serta menjaga keamanan lingkungan.

Sebagai warga gereja yang baik, kita juga perlu terus menyuarakan kebenaran dan keadilan berdasarkan kasih. Termasuk di dalamnya kita akan terus menyuarakan anti kekerasan (no violence). Bahkan juga kita perlu mendukung upaya-upaya pemerintah dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat lainnya, dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan. Di samping itu kita juga perlu melakukan advokasi atau pembelaan terhadap mereka yang menjadi korban kekerasan, tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras, atau golongan.

Menjelang akan berakhirnya periode pelayanan gereja kita di akhir tahun 2017 ini, di mana kita akan melaksanakan pemilihan Pelayan Khusus GMIM, mulai dari aras Kolom, Jemaat, Wilayah dan Sinode, maka kita berdoa, kiranya Tuhan akan memilih pelayan-pelayan yang mau melayani Dia dengan kesungguhan hati, serta juga memiliki rasa cinta tanah air. Amin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here