23 Oktober 2016 HUT Ke-79 W/KI GMIM

0
996

TEMA : “Kesombongan Merusak Citra Perempuan”
Bahan Alkitab : Yesaya 3 : 16 – 4 : 1

Dunia model tata rambut, tata rias, pakaian, sepatu, tas sangatlah berkembang dewasa ini. Setiap tahun ada saja “trend mode” yang dikeluarkan, apakah bernuansa etnis atau “full modern”.

Tawarannya pun tidak perlu keliling dunia untuk melihat dan membeli “trend mode” tersebut. Tinggal akses internet, Google, yang kita cari apakah “trend accessories” (perhiasan), sepatu model terbaru, tas “branded” (bermerek), pakaian, “make up” atau “hair style”, Enter, langsung muncul berbagai laman, dari perusahaan/pabrik langsung, atau di OLX, Bukalapak.com, Berniaga, Lazada, Bli-bli.com, dan lain-lain. Belanja “online” menjamur di facebook, instagram dan lain-lain, yang penting ada pulsa data “sokuat itu kalu moba blanja”. Hal ini mengindikasikan bahwa betapa besarnya perhatian yang diberikan untuk penampilan lahiriah dan itu berarti ada sejumlah besar uang yang harus dialokasikan untuk membeli perhiasan, pakaian, wewangian dan lain-lain untuk kepentingan “life style” (gaya hidup), belum lagi pemborosan waktu untuk merias diri di depan cermin. Dengan begitu banyaklah perhatian, waktu dan uang yang diberikan untuk mempercantik diri secara berlebihan. Pertanyaannya masih adakah atau seberapakah perhatian kita kepada Tuhan?

Dewasa ini kita mengamati betapa besar perhatian yang tak kalah besarnya terhadap penampilan lahiriah. Berapa besar pikiran, waktu dan uang yang dikeluarkan demi penampilan lahiriah  kita? Bandingkan dengan seberapa besar yang kita persembahkan untuk Tuhan? Secara nominal, kalau kita rupiahkan yang perempuan belanjakan untuk dipakai, jika dijumlahkan menjadi ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Suatu karikatur menggambarkan seorang guru yang menerima dana sertifikasi, di tangan kanan dan kiri ada beberapa tas belanjaan, satu tas ditaruh di bahu kiri, satu tas di bahu kanan, 2 tas dijinjing di tangan kanan, 2 tas dijinjing di tangan kiri, orang Manado bilang “soba borong tu enci”, uang sertifikasi abis demi penampilan lahiriah. Ironisnya di gambar sebelahnya seorang pegawai yang mengurus sertifikasi terkapar di sal rumah sakit lengkap dengan cairan infus artinya kecapean karena kewalahan dan lembur berhari-hari demi administrasi peng-urusan untuk pencairan sertifikasi terselesaikan.

Kemudian mari kita coba bandingkan, berapa rupiahkah yang “enci” itu  berikan  di sampul, di kotak atau di pundi persembahan?

Dari gambaran di atas ternyata perempuan sangatlah mengikuti “trend”  untuk penampilan lahiriah. Begitu jugalah yang terjadi pada perempuan zaman Yesaya abad ke-8 Sebelum Masehi, jauh sekali dari waktu kita sekarang ini. Secara terinci Yesaya menjabarkan segala bentuk perhiasan yang mereka kenakan dengan begitu detilnya, seperti diungkapkannya pada ayat 18-23  yaitu di kaki dikenakan gelang-gelang  rantai, di pinggang ada tali-tali (ikat pinggang), di badan dipakaikan wewangian, di tangan disematkan cincin meterai, ada kain yang menutupi seantero tubuh berupa pakaian pesta atau pakaian  jubah, lengkap dengan selendang, baju-baju tersebut terbuat  dari kain termahal yaitu kain lenan, ada juga baju luar, lengkap dengan ikat kepala dan pundi-pundi (tas).

Jemaat yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, berpenampilan yang cantik bagi perempuan sah-sah saja. Mana mungkin kita ke Ibadah Wanita/Kaum Ibu lalu memakai pakaian yang sama ketika kita ke pasar, atau kita ke pasar dengan mengenakan pakaian tidur, atau ke tempat kerja pakai pakaian yang biasa dipakai di rumah.

Tapi Yesaya mengecam perempuan-perempuan yang bermegah dengan penampilan lahiriah bahkan dengan penampilan yang “glamour”, yang memakai  semua itu untuk memikat laki-laki.  Memang jaman Yesaya dari segi populasi penduduk yang berjenis kelamin laki-laki begitu langka, banyak laki-laki yang tewas dalam perang, sehingga perempuan-perempuan yang belum menikah waktu itu berusaha tampil maksimal untuk memikat bahkan mendesak laki-laki yang masih hidup mengawini mereka, menjadikannya sebagai istri yang menanggung beban kehidupan mereka sendiri. Hal  ini memang sangatlah kodrati bahwa laki-laki akan meninggalkan ayah-ibunya dan bersatu dengan isterinya, dengan demikian laki-laki tersebut menghidupi isteri dan anak-anaknya.

Namun hal tersebut berbeda dengan para perempuan dewasa ini, karena banyak dari antara perempuan masa kini yang berpredikat ganda, baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai perempuan karier. Sehingga menghidupi rumah tangga bukan 100 persen ditanggung oleh suami, karena saling “share income” demi pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangga. Sangatlah kontradiksi dengan perempuan di Yerusalem yang total menyerahkan tanggung jawab menghidupi keluarga pada suaminya. Sehingga perempuan Yerusalem mau segera menikah agar beban hidupnya ditanggung suaminya. Sekali lagi hal ini wajar dan sangatlah kodrati, tetapi yang dosa adalah jika berpenampilan lahiriah yang “waw” demi untuk memikat suami orang. Atau  melakukan kegiatan yang mendorong atau mempengaruhi orang di sekitar berbuat jahat agar dia menikmati hasilnya, ataupun tidak menikmati hasilnya, namun ia tidak peduli, membiarkan orang lain melakukan kejahatan. Kontribusi dosa seperti ini digolongkan sebagai kontribusi yang bersifat pasif. Karena berpenampilan lahiriah yang demikian cenderung menjadikan mereka itu sombong. Gaya hidup sombong dibahasakan oleh Yesaya dalam pembacaan Alkitab kita yaitu: “berjalan dengan jenjang leher:”,  atau orang Manado bilang “bajalang rupa staw”, tidak menyapa orang-orang yang  berjumpa dengannya, berjalan dengan main mata artinya menggoda, berjalan dengan langkah yang dibuat-buat seperti cara berjalan di atas “cat walk” oleh para pragawati, berjalan dengan ada gemerincing di kakinya yaitu untuk mencuri perhatian.  Dengan kata lain kesembongan seorang perempuan dikarenakan ingin menampilkan penampilan luar, seringkali juga untuk membanggakan apa yang dia miliki.

Di perayaan HUT ke-79 W/KI GMIM marilah kita ber-penampilan yang apa adanya. Berpenampilan yang cantik, tetapi yang tidak membuat kita sombong dengan apa yang kita kenakan di tubuh. Karena kesombongan bisa berubah pada penghukuman. Bacaan Alkitab kita menyatakan hal itu bahwa Tuhan membuat “batu kepala wanita Sion penuh kudis dan Tuhan akan mencukur rambut sebelah dahi mereka? (ayat 17), wewangian rempah-rempah akan berbau busuk, ikat pinggang akan menjadi seutas tali, mengganti selampit rambut di kepala menjadi kepala yang gundul, mengganti pakaian Hari Raya menjadi sehelai kain kabung, tanda selar sebagai ganti kemolekan (ayat 24). Kemewahan diganti dengan kehinaan (ayat 16-24). Artinya penampilan mereka akan berubah 360 derajat, yang cantik  menjadi “besae”, yang molek menjadi tidak molek, tidak ada lagi penampilan “glamour”.  Ini bukan saja penghukuman dari segi penampilan,  yang mana Tuhan akan menjauhkan mereka dari segala perhiasan, pakaian dan kelengkapan pendukung lainnya seperti diungkapkan tadi. Tidak hanya itu, ayat selanjutnya (ayat 25-26) mengungkapkan bahwa penghukuman juga akan berlaku pada orangnya, yang dikatakan di sini akan tewas oleh pedang, pahlawan-pahlawan akan tewas di perang. Pintu-pintu gerbang Sion akan mengaduh atau berkabung dan kota itu akan seperti perempuan bulus yang duduk di bumi.

Kesombongan berakibat pada kepastian dipermalukan,  karena perempuan tersebut akan menjadi sumber masalah dan bahwa Tuhan pasti membenci kesombongan. Kesombongan merupakan salah satu sifat atau karakter yang tidak baik dari sejumlah sifat dan karakter yang tidak baik lainnya, seperti pemarah/emosional yang dalam rumah tangga bisa saja mengarah pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), bahkan ada suami yang sampai menghilangkan nyawa pasangan hidupnya yang notabene tulang rusuknya, seperti dihebohkan oleh berbagai media di mana suami membunuh isteri. Sekali lagi tentang kepastian bahwa Tuhan tidak mau ada kekerasan dalam rumah tangga dan tidak menghendaki pembunuhan. Karena kehidupan kita sampai umur berapa dan kematian kita adalah hak Tuhan. Kekerasan dalam rumah tangga dan pembunuhan merupakan kontribusi dosa yang bersifat aktif, karena langsung dilakukan oleh pelaku.

Sebagai Wanita/Kaum Ibu gereja menjaga penampilan oke-oke saja, tetapi tidak berkelebihan, dan tanpa maksud memikat atau untuk tujuan negatif. Supaya tidak ada penghukuman dan tidak ada yang ujung-ujungnya pada kekerasan dalam rumah tangga bahkan mengarah pada pembunuhan. Kita sadar bahwa apa yang kita lakukan apakah itu KDRT atau pembunuhan terhadap pasangan hidupnya telah begitu besar memberikan dukungan terhadap kejahatan bagi keluarga, lingkungan, gereja, bangsa dan negara.  Yang perlu kita ketahui juga bahwa Allah akan menghukum mereka yang berkontribusi baik bagi dosa secara aktif maupun pasif. Tuhan menghukum mereka, bukan saja penampilan, tetapi kehormatan dicampakan-Nya, bahkan Tuhan juga akan menumpas. Karena itu jangan tunggu semuanya ini terjadi, jangan tunggu Tuhan menghukum/mendisiplinkan/menegor kita, koreksi kembali prioritas hidup kita, berikan yang terbaik hanya kepada Tuhan. Karena kejatuhan suatu masyarakat atau bangsa dimulai dari pribadi-pribadi yang keropos, pemu-lihannya dimulai dari kesadaran pribadi untuk taat kepada Tuhan.

Bila umat Tuhan tidak mengandalkan Tuhan, kehidupan mereka akan menjadi kacau karena Tuhan akan menjauhkan segala hal yang membuat umat-Nya merasa hebat dan tidak memerlukan Tuhan. Sekecil apapun masalah kita, keluarga kita mintalah Tuhan memberi jalan keluar. Undanglah Tuhan menjadi pemimpin rumah tangga kita, supaya kegalauan diganti kepastian, keributan menjadi kedamaian, bukan damai tapi gersang. Termasuk kita sebagai manusia meminta Tuhan membentuk unsur-unsur individualitas kita termasuk bagian dari postur tubuh kita menjadi aspek moral kemanusiaan, yang dipersembahkan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan, seperti diindikasikan oleh Paulus dalam Roma 12:1b: “supaya mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Kecantikan dan keanggunan para perempuan bukan sekedar polesan dan hiasan semata, tetapi seiring dengan kemolekan tindak tanduk kita, kecantikan dari hati yang lemah lembut, penuh pengertian, ramah, penuh cinta kasih, moral yang terpuji, ketekunan dan kesetiaan. Penam-pilan yang seadanya tidak melunturkan kita di hadapan Allah. Justru ini merebut hati Allah. Karakteristik yang imani ini menjadi gaya hidup Wanita/Kaum Ibu GMIM yang berhiaskan kebenaran dan kehormatan Ilahi. Amin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here