25 Desember 2017 Khotbah Hari Natal 1

0
4142

TEMA: “Hanya Yesus Yang Patut Disembah”
Bacaan Alkitab : Matius 2:1-1

Di tengah kegembiraan merayakan Natal Yesus Kristus, kita diajak merenung kembali: apa makna natal Yesus Kristus bagi kita? Pemaknaan natal telah direduksi dan dipersempit menjadi sekedar perayaan/selebrasi atau tradisi tahunan belaka. Di mana-mana yang dikedepankan adalah kemeriahan dan pesta pora. Perayaan ini menjadi ajang popularitas dan penampilan yang berkelas dengan paket hadiah yang indah, busana yang trendy dan dikemas menjadi paket komoditif. Karena itu perayaan natal sering diidentikkan dengan belanja atau pemborosan; suatu sikap yang konsumtif demi memenuhi kebutuhan perayaan yang ujungnya adalah kepuasan pribadi atau kelompok.

Bilamana orang merayakan natal maka sering dihubungkan dengan apa yang harus disiapkan supaya perayaan natal terkesan indah dan menarik. Dari tata busana, tata boga dan  tata rias dengan segala pernak pernik yang memperindah dan memper-cantik diri kita, rumah kita dan sebagainya. Bahkan sekarang ini menggejala perayaan libur natal dengan paket traveling keluarga sebagai upaya untuk keluar dari rutinitas tahunan yang menjenuhkan.

Jika pertanyaan apakah makna natal bagi kita direnungkan kembali? Maka tentunya ada suatu harapan, jikalau momen yang berharga ini dapat menuntun kita menemukan kesejatian makna perayaan itu untuk membangun kembali spiritualitas kita yang mulai terkontaminasi oleh kehidupan duniawi.

Bila Injil Lukas menceritakan kedatangan para gembala di padang yang merupakan keterwakilan kaum miskin, pekerja kasar dan masyarakat kelas dua tetapi memiliki ketaatan dan kerinduan untuk melihat sang Juruselamat, maka sebaliknya Injil Matius memaparkan nuansa cerita yang dikemas kontradiktif/berbeda namun memiliki esensi yang sama; yaitu kedatangan para Majus dari Timur untuk menyembah Raja orang Yahudi.

Para Majus ( Bhs Persia = imam) mewakili orang yang bukan Yahudi, kaum terpandang, para cendekiawan yang ahli di bidangnya khususnya ilmu perbintangan (astrologi) dan pandai menafsirkan mimpi. Mereka merepresentasikan kaum elite dan orang kaya di zamannya. Namun memiliki kebutuhan dan ketaatan yang sama dengan para gembala untuk menjumpai Dia yang lahir, Juruselamat manusia.

Pada dasarnya setiap orang, siapapun dia, baik di kota maupun di desa, kaya atau miskin, berpendidikan atau kurang berpendidikan memiliki kebutuhan yang sama, yaitu ingin mengalami perjumpaan dengan sang Juruselamat. Sebab setiap manusia membutuhkan pengampunan dosa dan keselamatan yang hanya diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus.

Kebutuhan inilah yang menyatukan semua bangsa (bnd Lukas 2:10,11). Inilah makna perayaan natal yang sesungguhnya; bersyukur dan menyembah Dia, sang Juruselamat yang sudah lahir di Betlehem dan yang akan datang kembali.

Para Majus rela meninggalkan keluarganya, pekerjaannya dan lingkungan yang selama ini memberikan rasa nyaman untuk menempuh perjalanan dari negeri Timur (Babel, Irak sekarang) ke Betlehem, negeri yang asing. Berbekalkan pengetahuan perbin-tangan dan tuntunan Bintang yang diyakini secara ilmiah dan imaniah sebagai petunjuk arah, mereka berangkat meninggalkan negerinya. Menempuh jarak yang sangat jauh dan waktu tempuh yang diperkirakan berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun. Mereka pun berhadapan dengan konskwensi cuaca yang ekstrem di siang hari dengan suhu di atas 40o C dan di malam hari di bawah 0o C. Belum lagi kelelahan fisik, ketidaknyaman karena gangguan binatang buas, para penyamun, kebutuhan makanan dan minuman, binatang tumpangan dan sebagainya, namun apalah artinya tantangan seberat itu diban-dingkan dengan tujuan mulia yang mereka harapkan. Segala tantangan dianggap mudah karena tekad mulia dibarengi usaha yang maksimal untuk berjumpa dengan sang Juruselamat.

Mereka menyiapkan segalanya: waktu, logistik, harta benda dan diri mereka. Bagi mereka esensi perjumpaan untuk menyembah itulah yang utama. Semua persiapan ditujukan hanya untuk itu. Paradigma ini sangat berbeda dengan maksud perayaan natal kita. Esensi untuk bersyukur dan menyembah sang Juruselamat telah tergantikan oleh pemaknaan yang sempit, seperti yang sering terucap :satu tahun sekali, kalau ada tada kalau abis haga”. Bentuk perayaan ini sifatnya komsumtif dan hura hura. Kita kurang menyiapkan waktu khusyuk, hati yang terbuka dan harta benda sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yesus. Akibatnya perayaan natal menjadi pemuliaan diri, keluarga kita dan kekeringan sentuhan spirutual. Suasana natal yang kudus dan khidmat digantikan oleh warna warni kembang api, makanan minuman, pesta pora dan sering kali dipenuhi ketakutan karena suasana menjadi tidak aman, adanya mabuk-mabukan, marak-nya pencurian, judi/sabung ayam, meningkatnya kriminalitas, seks bebas, hutang dan kredit.

Dari para Majus kita melihat, tataran berpikir sosok yang akrab di bidang nalar dengan keahlian keilmuannya, tidak membatasi mereka membuka diri pada hal yang melampaui nalarnya, yaitu iman (beyond ratio). Tuhan memiliki cara yang berbeda memperjumpakan manusia dengan keilahian. Akal budi di pakai untuk menemukan sang Juruselamat. Logika dengan segala kecerdasannya tidak dapat meniadakan hal yang supernatural. Akal manusia tunduk dalam ketaatan kepada Sang Khalik.

Perjumpaan para Majus dengan Yesus yang lahir beserta ibu-Nya adalah pengalaman iman yang luar biasa. Semua pengorbanan yang telah mereka lakukan tidaklah sia-sia, mereka telah menemukan apa yang dicari. Pencarian atas kehidupan dan kekekalan. Pencarian yang memiliki sasaran, mencari Tuhan yang menyelamatkan menimbulkan kegembiraan yang tiada tara. Sangat bersukacitalah (Yun = chairo) mereka. Suatu ekspresi kegembiraan yang besaratas perjumpaan yang melampaui pemikiran manusia yang terbatas. Tapi mereka tidak terlena dalam sukacita, mereka masih harus melakukan hal yang sangat penting masuk ke dalam, melihat-Nya lalu sujud menyembah (Yun= proskuneo, berlutut, sujud sampai ke tanah, mem-bungkukkan diri) Tanda penghargaan dan penghormatan kepada yang disembah sekaligus kesadaran diri bahwa mereka (majus) bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Mereka tidak berarti berhadapan dengan sang Juruselamat. Di sini harta, jabatan, nama baik dan keahlian bukanlah segala-galanya. Semua hal itu menjadi berarti kalau digunakan untuk menyembah Sang Juruselamat. Para Majus telah mempersiapkan yang terbaik yaitu hidup mereka dan memper-sembahkan kepada-Nya emas, kemenyan dan mur. Kata mem-persembahkan menunjuk bahwa si pemberi sangat menghormati dan menganggap si penerima berkedudukan sangat tinggi, bahkan lebih tinggi. Emas, kemenyan dan mur adalah benda-benda yang sangat berharga dan merupakan pemberian-pemberian yang agung bagi seorang raja. Kemenyan adalah dupa yang mahal yang terbuat dari getah pohon. Mur adalah getah kering yang harum baunya yang digunakan untuk pengobatan dan persiapan penguburan. Emas adalah logam yang berharga. Yesus sang Raja mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang sangat tinggi dari para Majus sebab hanya Dialah yang patut disembah

Perjumpaan dengan Yesus adalah suatu pengalaman iman/spiritual yang mentransformasi kehidupanpara Majus. Mereka kembali ke negeri asal/pulang melalui jalan lain, jalan yang berbeda. Jalan yang diperingatkan dalam mimpi. Ketaatan untuk memilih jalan yang berbeda dari sebelumnya adalah pertanda suatu perubahan dan pembaharuan hidup.

Memang tidak dicatat lagi kelanjutan kehidupan para Majus setelah berjumpa dengan Yesus. Tapi yang pasti mereka telah meninggalkan penyembahan kafir dan terus berjalan di jalan benar, jalan Tuhan. Jalan terang seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya (Yesaya 9:1). Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar. Terang itulah yang terus menuntun semua bangsa yang diam di negeri kekelaman.

Para Majus pulang ke negeri asal mereka dengan kehidupan yang baru, dan mereka pun melanjutkan tugas missioner menjadi pewarta sukacita tentang Yesus, sang Juruselamat.

Semoga perayaan natal hari ini membawa kita untuk kembali pada penyembahan kepada Yesus dan berjalan terus di jalan yang dikehendaki-Nya. Jalan impian tapi bukan ilusi, jalan realistis tapi bukan kompromistis, jalan misi dan visi yang membawa perubahan dan pembaharuan hidup menjadi lebih harmoni dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan-Nya. Hidup yang mengutamakan Tuhan, penuh sukacita dan kasih sayang. Amin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here