30 September 2017 HUT ke-83 GMIM Bersinode

0
2526

TEMA: “Aku Cinta GMIM”
Bahan Alkitab : Galatia 6:1-10

Saudara-saudara yang kekasih dalam Yesus Kristus.

Selamat merayakan HUT- 83 GMIM Bersinode di tahun 2017 ini. Perjalanan panjang sebagai sebuah institusi Gerejawi, telah teruji melewati suka duka di “kembara hidup” ini. Di usia ke-83 ini telah banyak warga GMIM di wilayah pelayanan GMIM se dunia telah memberi diri untuk bersekutu, bersaksi dan melayani (berdiakonia). Banyak di antara mereka yang telah meninggal termasuk mereka sebagai perintis/pendiri GMIM di tahun-tahun awal sejak GMIM berdiri di tahun 1934 sampai di tahun 2017 ini. Di usia ini kita diajak untuk merenungkan kembali Firman Tuhan yang terdapat dalam Kitab Galatia 6: 1-10 dengan mengangkat tema: Aku Cinta GMIM.

 

Saudara-saudara warga GMIM

Rasul Paulus yang menulis surat ini sedang berada dalam kondisi “marah”, karena warga jemaat yang ada di Galatia sedang dipengaruhi oleh ajaran Kristen Yudais (Yahudi), artinya Kristen tapi harus melakukan berbagai ajaran dan adat istiadat Yahudi. Sebagai contoh dalam Pasal 1:6-10, Paulus mem-pertentangkan tentang Injil Kasih Karunia dan Injil yang lain. Kepada orang yang mengajarkan Injil yang lain dikatakan Paulus “terkutuklah dia” (ayat 8 dan 9). Kalau kita membaca Pasal 2 : 3, 7 dan 9, kita bisa mendapat kesan bahwa Injil lain itu menunjuk pada pengajaran tentang “sunat”. Bagi Paulus sunat tidak diwajibkan bagi orang Kristen non-Yahudi, karena Kasih Karunia dalam Yesus Kristus lebih utama/lebih penting daripada sunat. (bandingkan Pasal 2 : 16, 21). Tentang hal sunat ini, Paulus dengan tegas dan marah mengungkapkan dalam pasal 5: 3-4 dan dalam ayat 12, Paulus sampai berkata: “Baiklah mereka yang menghasut kamu itu mengebirikan saja dirinya”.

 

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan

Dari latar belakang masalah tersebut, kita bisa memahami bagaimana Paulus harus memberi nasihat dan pengajaran kepada jemaat yang ada di Galatia sebagaimana disampaikan dalam bacaan ini. Pasal 6 ayat 1: “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan”. Dari ungkapan ini sangat jelas bahwa persekutuan jemaat di Galatia sedang mengalami “keresahan” karena ada jemaat yang sudah terpengaruh kehidupan dan iman mereka oleh para pengajar “palsu” (=Kristen Yudais). Dapat dikatakan, akibat pengaruh/provokasi dari seseorang atau sekelompok orang maka ada anggota jemaat mulai melakukan “pelanggaran”. Kata pelanggaran di sini menjadi kata kunci dalam perikop ini. Pelangaran semacam apa yang terjadi, tidak dengan jelas disebut, tetapi dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan Paulus dalam ayat-ayat selanjutnya seperti: ayat 1 bagian akhir “…sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan”. Ayat 2, “Bertolong-tolonganlah menaggung bebanmu !”, ayat 6: “Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman”. Ayat 7 bagian akhir: “Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya”. Ayat 8: “Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya….”. Ayat 9: ”Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik…..”.

 

Saudara-saudara yang kekasih.

Memahami ungkapan-ungkapan di atas, maka “pelang-garan” yang terjadi dalam persekutuan jemaat di Galatia sangat berhubungan erat dengan apa yang dikatakan Paulus dalam pasal 5 ayat 19-21 yang menyebutkan tentang “Perbuatan daging”. Ini berarti bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi dalam persekutuan jemaat tidak saja meliputi hal-hal yang bersifat “pembunuhan karakter”, tetapi juga telah terjadi “kekerasan fisik” di antara jemaat. Hal ini telah membuat Paulus “gerah” menghadapi para pengajar “sesat” yang memprovokasi jemaat sehingga jemaat menjadi resah dan bertikai. Karena itu, Paulus dalam pasal 6 ini mengajak jemaat untuk tetap memiliki sikap hidup untuk saling mengingatkan, saling menuntun ke jalan yang benar dan saling bertolong-tolongan menanggung beban dan hidup dalam Roh/buah-buah Roh dan berbuat baik kepada semua orang, terutama kepada kawan-kawan seiman. Paulus dengan serius meminta perhatian untuk mengasihi sesama warga jemaat, karena ini akan menjadi kekuatan untuk mengasihi semua orang. Jadi, kepada mereka yang melakukan suatu pelanggaran, “maka kamu yang rohani”…. yang rohani berarti lebih memberi tempat pada kehidupan yang meng-hasilkan/menunjukkan buah-buah Roh, dan menjauhkan diri atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan daging….,”harus memimpin orang itu ke jalan yang benar…..”memberi penger-tian harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang yang melakukan pelanggaran ke jalan yang benar. Jalan yang benar dimaksudkan Paulus adalah “pengajaran dalam Firman” (ayat 6). Orang yang melakukan pelanggaran hanya dapat dibenarkan oleh pengajaran Firman yang menunjuk pada sang Firman yang adalah Allah yang telah datang sebagai manusia dalam Kristus Yesus. (lihat Yohanes 1: 14). Pendekatan yang ditawarkan Paulus berlangsung dalam roh lemah lembut. Roh lemah lembut adalah sebuah tindakan kasih yang dilakukan dengan ketegasan yang berpusat pada pengajaran Firman.

 

Saudara Jemaat yang diberkati Tuhan,

Sebagai satu persekutuan Gereja Masehi Injili di Minahasa, kita patut bersyukur karena Tuhan memperkenankan kita boleh merayakan GMIM Bersinode yang ke-83 tahun. Di usia ini, GMIM telah menjadi sebuah Institusi Gereja yang “mapan”, walaupun disadari sebagai warga gereja kita tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan. GMIM secara institusi dari periode ke periode terus menata untuk lebih baik dan sebagai warga gereja terus-menerus diperlengkapi dalam semangat “Ecclesia Reformata Semper Reformanda” di mana sebagai “warga Gereja dipanggil untuk terus menerus diperbaharui dan membarui diri”. Demikian juga, ketika GMIM melalui Sidang Majelis Sinode Istimewa 2016 di Tondano telah memutuskan bahwa GMIM sebagai institusi dapat berdiri di luar tanah Minahasa. Kesadaran ini sebagai implementasi semangat ekklesiologi Matius 28:19-20: ”Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku…” dan sekaligus menghayati panggilan penggembalaan bagi warga GMIM yang berdiaspora karena studi dan bekerja di luar tanah Minahasa. Karena itu, di usia ke-83 ini… kita bersyukur karena kita terus bergandengan tangan di tengah keperbedaan untuk bersekutu, bersaksi dan melayani (berdiakonia) di seluruh dunia ini. Di tahun ini kita telah memiliki 958 jemaat, termasuk di SEJABODETABEK, di Bandung, Amerika Serikat (USA), di Australia dan di Jepang (…..ikuti perkembangan), 118 wilayah (….ikuti perkembangan) dan terus-menerus membenahi 1000 lebih sekolah dari PAUD, TK, SD-SMP-SMA-SMK dan 2 Perguruan Tinggi (Akademi Perawat dan UKIT), 5 buah Rumah Sakit GMIM dan Balai Pengobatan/ Balai Kesehatan Ibu-dan Anak, Panti-Panti Asuhan dan upaya Pengembangan/Perberdayaan Aset-Aset GMIM semakin mem-baik dari tahun ke tahun. Kita juga bersyukur, karena warga GMIM terus terlibat aktif dalam berbagai bidang kehidupan di dunia Akademisi, Politik, Pemerintahan, Judikatif, TNI-POLRI, bisnis dan lain-lain. Di bidang Hubungan Kerjasama, GMIM terus membangun gerakan Oikumene antar Gereja baik di dalam maupun di luar negeri (mengutus Tenaga Utusan Gerejawi ke gereja lain dan menerima anak-anak dari gereja lain yang dibiayai oleh GMIM/jemaat dan Wilayah Asuh untuk program S1 dan S2), kerjasama dengan Pemerintah dan berbagai  LSM dan Badan-Badan Usaha. Di periode ini juga GMIM telah selesai membangun Gedung Pusat Ketatalayanan, dan sedang merampungkan CDC di Bitung dan sedang membangun “GMIM Mission Center” di Manado.

Marilah di usia ke-83 tahun GMIM Bersinode, sebagai warga GMIM kita diajak untuk mengevaluasi pelayanan kita selama ini dengan menggunakan forum-forum resmi seperti Rapat Sisi Jemaat, Rapat BPMJ, Sidang Majelis Jemaat, Rapat BPMW-Sidang Majelis Wilayah Bulanan dan Tahunan, Rapat BPMS, Rapat Kerja Ketua-Ketua-Sekretaris-Bendahara BPMW, Sidang Majelis Sinode Tahunan, Sidang Majelis Sinode Istimewa/ Sidang Majelis Sinode, sekaligus melihat ke depan ke arah yang  lebih baik lagi. Kita diajak semakin mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh dan memiliki “sense of belonging” (=rasa memiliki) GMIM sebagai sebuah institusi yang kita yakini Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja ini. Aku cinta GMIM, Aku-Kami-Kita Cinta GMIM. Amin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here