gmim.or.id – Sabtu (16/03/2019) jam 10.00 WITA di Jemaat Maranatha Paslaten Wilayah Tomohon Satu, Pembukaan Bulan Peduli Anak GMIM 2019 sukses dilaksanakan. Dalam kesempatan itu Sekretaris BPMS GMIM Pdt. Evert Tangel, S.Th, M.Pdk, mengatakan masalah kekerasan terhadap anak adalah salah satu isu sentral. Begitu pun dengan Gereja Ramah Anak menjadi bagian dari isu secara Oikumene.
“Tentunya ada kebijakan, standar kelayakan, kepedulian terhadap anak dalam menjadikan GMIM sebagai Gereja Ramah Anak. Ini tantangan bagi seluruh warga GMIM. Apakah Gereja kita telah menyampaikan kepedulian ini? Baik warga Jemaat, Syamas, Penatua, Guru Agama dan Pendeta. Termasuk kelengkapan pelayanan yaitu UPK, Guru Sekolah Minggu, dan Orang tua. ” ujar Tangel.
Pdt. Evert Tangel, S.Th, M.Pdk, mengajak semua elemen terkait pelayanan anak untuk berkomitmen untuk menolak segala bentuk tindakan eksploitasi dan kekerasan terhadap anak yang mungkin dilakukan oleh pihak orang tua anak, orang disekitar anak.
Sementara itu, Ketua Panitia Bulan Peduli Anak GMIM 2019 Pnt. Ir. Stefanus BAN Liow, MAP, mengatakan persoalan anak memang masih menjadi tantangan dan pergumulan Gereja dan Pemerintah, khususnya para orang tua. “Bagaimana orang tua menjalankan fungsinya mengajar dan mendidik anak. Pendampingan serta mewariskan nilai-nilai takut akan Tuhan, dan tidak mewariskan hal-hal yang menyakiti hati anak,” ujar Ketua Komisi P/KB Sinode GMIM Periode 2014-2018 ini.
Ia mengakui, lewat Bulan Peduli Anak GMIM 2019 ini diharapkan akan semakin meningkatkan kesadaran dan kepedulian Gereja terhadap anak. “Perlu ditingkatkan serta mendorong kepedulian dan pelayanan Gereja terhadap anak. Mengimplementasikan kepedulian terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Meningkatkan kesadaran masyarakat dan warga Gereja terhadap kesehatan lingkungan anak, serta meningkatkan kualitas pelayanan guru sekolah minggu. Ini yang ingin kami capai,” ungkap SBANL, sapaan akrabnya.
Ketua Komisi Pelayanan Anak (KPA) Sinode GMIM Pnt. Michael Mait,S.Kom, mengakui saat ini GMIM memiliki sekitar 200 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). “Ini kami peroleh setelah 557 Jemaat memasukkan data yang kami minta. Angka 200 ABK ini bersifat sementara. Sebab masih ada sekitar 400 Jemaat yang belum memasukkan data yang kami minta, “ kata Mait.
Anggota BPMS GMIM ini menambahkan, sulitnya mendapatkan data valid karena beberapa faktor. “Kebanyakan keluarga masih enggan melaporkan anak mereka dikategorikan sebagai ABK. Mungkin ada rasa malu atau alasan lain. Begitu pun dengan KPA Jemaat. Banyak yang belum menyelesaikan data yang kami minta dengan berbagai alasan. Padahal data ABK ini sangat kami butuhkan untuk mewujudkan GMIM Menuju Gereja Ramah Anak,” pungkas Mait.
(penulis dan foto: Frangki Noldy Lontaan. Editor: Pdt. Janny Ch. Rende, M.Th)