TEMA: “Setia Sampai Mati”
Bacaan Alkitab : Yohanes 19 : 28 – 30
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus. Shalom bagi kita sekalian.
Hari ini kita merayakan hari Jumat Agung. Dalam perayaan tahun gerejawi, Jumat Agung dirayakan sesudah perayaan minggu-minggu sengsara dan sebelum hari raya Paskah. Hari jumat Agung adalah hari peringatan Penyaliban Yesus Kristus dan wafat-Nya di Golgota sebagaimana diceriterakan dalam kitab-kitab Injil, termasuk dalam bagian Alkitab yang kita baca ini.
Yohanes menceriterakan bagaimana Yesus disalibkan di atas bukit Golgota sebagai klimaks dari jalan-jalan sengsara-Nya, lebih khusus yang dimulai dari taman Getsemani, kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Pada saat-saat terakhirnya di atas kayu salib, Yohanes mencatat karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia – supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: “Aku haus!”. Yohanes memberi catatan yang sangat luar biasa, bahwa dia tidak menyelami perasaan Yesus dari unsur kemanusiaannya yang bisa melihat tanda-tanda akhir hidup seseorang, tetapi Yohanes mengamini bahwa Yesus menunjukkan kesiapan menghadapi akhir hidup-Nya seperti itu, sehingga ia mencatat bahwa Yesus sudah tahu bahwa segala sesuatu telah selesai.
Perkataan Yesus, “Aku haus”, bukan hanya diartikan secara hurufiah bahwa memang Ia benar-benar haus setelah menahan kelelahan, kesusahan dan penderitaan sepanjang jalan menuju Golgota, tetapi sekaligus dilihat sebagai penggenapan dari nubuatan Perjanjian Lama melalui ungkapan pemazmur Daud “…, dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam“ (Mazmur 69:22). Ungkapan Yesus ini mengeks-presikan kebesaran dan kemuliaan-Nya, bahwa sampai matipun Ia menghormati dan menggenapi firman Allah. Dengan demi-kian hal ini semakin memperjelas dengan terang benderang bahwa firman Tuhan adalah ya dan amin. Apa yang dikatakan dalam Perjanjian Lama selalu tergenapi dalam Perjanjian Baru lebih khusus dalam diri Yesus Kristus. Bahwa Ia adalah Mesias, Firman Yang Hidup, Anak Allah, Juruselamat dunia. Ini adalah berita yang tak terbantahkan, oleh sebab itu hidup beriman kepada Yesus tak boleh diragukan lagi. Sekali percaya pada Yesus, tetap percaya, sekalipun tantangan, masalah, tekanan, ancaman dan maut menghadang, bahkan sekalipun dunia bergoncang dan berlalu, Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat.
Pada ayat 29, selaras dengan Mazmur 69:22, dikatakan bahwa di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus.Tindakan beberapa orang ini mecerminkan kuasa-kuasa dunia yang tidak menghormati kehormatan kehidupan dan lebih parah lagi karena tidak mengerti tentang isi kebenaran firman yang dinubuatkan. Demikianlah sikap ini mencerminkan sikap hidup duniawi yang tidak peka terhadap penderitaan orang lain. Penistaan terhadap harkat dan martabat orang lain. Tidak mengormati firman Tuhan dan yang tidak menghormati pelayan Tuhan. Sangat disayangkan kalau perilaku ini muncul dalam kehidupan bergereja seperti saling menjatuhkan dan membinasakan, menyepelekan firman Allah dan saling meracuni seperti anggur asam yang merendahkan martabat hidup satu sama lain sebagai hamba-hamba Allah.
Selanjutnya di ayat 30, sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai (Yun: tetelestai).” Mengapa Yesus, mengatakan sudah selesai? Apa yang sudah terselesai-kan? Hal ini memberikan banyak pemahaman, seperti: segala jenis nubuatan dalam Perjanjian Lama, yang merujuk kepada penderitaan Mesias. Sudah selesai; segala tata upacara keaga-maan dibatalkan, substansi baru kini hadir, dan segala bayang-bayang kebimbangan. Sudah selesai; penderitaan-penderitaan-Nya sampai di kayu salib, sudah selesai; bahwa hidup-Nya dalam dunia sudah selesai dan segala pekerjaan dalam ketaatan-Nya kepada Bapa dengan maksud utama penebusan bagi manusia sudah selesai.
Sesudah mengatakan sudah selesai, Yesus menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Yesus mati bukan karena kehabisan darah atau karena rasa sakit yang amat sangat, tetapi Yesus mati karena Ia menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah. Nyawa-Nya tidak direngut dengan paksa dari-Nya, tetapi diserahkan dengan sukarela.Yesus mati dengan penuh kesadaran, karena tahu bahwa misi-Nya di dunia ini adalah untuk mati di atas kayu salib demi menebus dosa dunia.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan.
Belajar dari bagian Alkitab ini, maka dapat kita pahami bahwa kematian Yesus di atas kayu salib memperlihatkan ketaatan seorang hamba yang rela menderita, setia sampai mati. Semua ini dilakukan Yesus dalam ketaatan-Nya kepada Bapa di Sorga. Ketaatan yang berarti juga kesetiaan seperti ini menjadi dasar dan model pelayanan gereja. Bahwa setiap warga gereja harus bertekat merefleksikan kesetiaan seperti ini dalam hidup sehari-hari. Setia menjaga jati diri dan integritas sebagai orang percaya, setia dalam hidup berumah tangga, setia dalam jemaat baik sebagai anggota jemaat maupun sebagai pelayan khusus, setia dalam tugas dan tanggung jawab di tengah masyarakat, bangsa dan negara. Dan kesetiaan dalam kebenaran ini tidak boleh bersifat sementara, apalagi hanya ketika senang, berkecukupan dan aman-aman saja, tetapi kesetiaan yang diwujudkan sampai mati sekalipun disertai penderitaan.
Kematian Yesus, bukan hanya menggenapi nubuatan dalam Perjanjian Lama, tetapi Ia sendiri adalah penggenapan bahkan Ia adalah firman Allah itu sendiri (Yoh 1). Dengan demikian kematian-Nya adalah kemenangan atas dosa supaya manusia diselamatkan. Inilah pengharapan dan kekuatan orang percaya kini supaya tidak hidup lagi dalam dosa, tetapi hidup dengan perbuatan baik dalam tuntunan Firman Allah sebagaimana yang dituliskan dalam 2 Timotius 3 : 16 – 17, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.
Kematian Yesus sebagai klimaks menyelesaikan tugas pene-busan-Nya bagi manusia, merupakan kompas kehidupan kita untuk melayani Tuhan sampai mati. Kita hidup dan melayani dengan firman-Nya sampai mati. Artinya, kalau kita hidup, mari kita hidup dalam tuntunan firman-Nya bahkan mewujudkan firman-Nya melalui pola pikir, perkataan dan perbuatan kita dalam kesetiaan kepada Tuhan. Ya, setia sampai mati. Tuhan memberkati kita, terpujilah nama-Nya. Amin.