KDRT: Tantangan, Pencegahan dan Penindakan Hukum

0
2265

GMIM.or.id – Dihadiri  peserta dari berbagai kalangan dan profesi, dialog publik dengan tema Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Tantangan, Pencegahan dan Penindakan Hukum yang digagas Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sulut, Ir Stefanus BAN Liow di kantor DPD RI Manado, Jumat (11/3), menghadirkan sejumlah saran, usul yang pada dasarnya memberi perhatian khusus terhadap kasus KDRT yang menurut data di BP3A Provinsi Sulut, terdapat 704 kasus KDRT di Sulut sepanjang tahun 2015. Angka itu turun dibanding tahun sebelumnya, 784 kasus.

Wakil Ketua BPMS GMIM Bidang Ajaran, Pembinaan, Penggembalaan Pdt. Arthur Reinhard Rumengan, MTeol,MPdk mengatakan, masyarakat Sulut adalah masyarakat religi, yang ditandai dengan aktivitas keagamaannya sangat  menonjol, tapi masih terdampak konflik sosial dan penyakit masyarakat, dengan tingginya angka kriminalitas. Gereja dan Pemerintah sudah banyak berdiskusi masalah ekonomi, miras yang menjadi pemicu kekerasan dalam rumah tangga.  “Menurut saya, akar masalah KDRT karena basis rumah tangga tidak dibangun berdasarkan  sebuah nilai harmonis dan religius. Apapun agamanya, perilaku religius rendah, termasuk rendahnya pendampingan nilai-nilai agama di semua agama yang diakui di Indonesia, “ tegas Rumengan.

Dibagian lain, Ketua Komisi Pelayanan Remaja Sinode GMIM Pnt. Ir. Dwight Moody Rondonuwu, MT mengusulkan bagaimana memadukan konsep budaya dan agama sebagai salah satu kekuatan pencegahan KDRT, yang selama ini memang berjalan sendiri-sendiri. Rondonuwu mengungkap, fakta menunjukkan, daerah lain yang nilai agamanya masih sedang berkembang, justru lebih baik dan angka kekerasan sangat kurang. “Jika budaya ini masuk, akan menjadi sebuah identitas, terutama budaya malu. Ini mungkin kearifan lokal yang selama ini terlupakan,” ungkapnya, seraya menambahkan, perlu ada konsep untuk menggabungkan kedua kekuatan ini. “Dulu, suami istri terlibat adu mulut saja, sudah menjadi hal yang memalukan jika sampai terdengar oleh tetangga atau orang sekitar. Sekarang, kejar-kejaran di jalan pun, sampai adu fisik di tempat terbuka menjadi hal yang hampir dapat ditemukan di sejumlah daerah dalam kepelayanan GMIM,” bebernya ketika memberikan contoh.

Sebelumnya, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Provinsi Sulawesi Utara, Ir Erny B. Tumundo Msi lewat pemaparan materi mengungkap, pengangguran turut menjadi pemicu utamanya tingginya angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ia mengatakan, fakta itu terungkap saat pihaknya melakukan pendampingan terhadap perempuan dan anak korban KDRT. “Faktor ekonomi turut menjadi pemicu terjadinya KDRT. Sebenarnya  angka KDRT di Sulut lebih dari data yang ada. Alasannya, banyak korban KDRT yang enggan melapor ke pihak berwajib. “Kebanyakan korban yang kami dampingi merasa malu untuk melapor. Kalaupun sudah, mereka enggan bicara terbuka. Karena itu, mengapa  banyak kasus KDRT yang melapor bukan korban, justru yang melapor sebagian besar saudara, adik, kakak, keluarga korban,’ jelas Erny.

Hal ini dipertegas Ketua Wanita/Kaum Ibu Sinode Am Gereja-gereja (SAG) Sulutteng Dr Herlina Damongilala-Siwu, “Selain faktor ekonomi, pendekatan kasus KDRT harus diubah. Hukuman terhadap pelaku KDRT harus lebih berat. Sementara itu, Akademisi Universitas Sam Ratulangi Manado, Dr Ronny Maramis MH mengatakan, KDRT merupakan bentuk pelanggaran HAM dan penindasan martabat sekaligus diskriminasi.

Di bagian lain, Pnt. Herwyn Malonda, SH, M.Pd selaku Sekretaris Komisi Pelayanan Pria/Kaum Bapa Sinode GMIM mengatakan, masalah KDRT hampir tidak pernah diseriusi. Menurutnya, yang perlu disosialisasikan oleh Pemda adalah pencegahannya. “Harus ada program khusus. Dalam visi dan misi calon kepala daerah, selama ini belum ada yang mengakomodir upaya pencegahan dan penanggulangan KDRT. Pemahaman di masyarakat bahwa KDRT merupakan ‘urusan rumah tangga’. Padahal, KDRT merupakan persoalan publik yang penanganannya diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang Penanganan KDRT dan UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” terang Malonda.

Ketika diwawancarai gmim.or.id, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  (BP3A) Ir Erny Tumundo mengapresiasi kinerja Senator DPD RI asal Sulut, Stefanus B.A.N Liow yang juga selaku Ketua Komisi Pelayanan Pria/Kaum Bapa Sinode GMIM. “Pemprov sangat memberi apresiasi dengan kinerja senator asal Sulut ini (Stefanus Liow) yang menggagas diskusi KDRT ini, Karena kedepan diharapkan dalam revisi undang-undang KDRT ini ada sanksi tegas dalam pasal-pasal tersebut yang perlu dibenahi untuk dipertegas,” ungkap Tumundo. Ia berharap dengan adanya keterwakilan orang Sulut dipusat seperti senator Stefanus B.A.N Liow bisa menyerap aspirasi masyarakat sulawesi utara secara langsung untuk diperjuangkan ke pemerintah pusat.

Kepada gmim.or.id Pnt. Ir. Stefanus B.A.N Liow mengatakan, kasus kekerasan dalam rumah tangga  kian marak terjadi di wilayah sulut. Dirinya terpanggil untuk menyerap aspirasi masyarakat daerah terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga. “Saya pun melakukan pemantauan secara langsung dilapangan terkait KDRD di wilayah Sulut,” ungkapnya, seraya menyebut latar belakang dilaksanakan kegiatan tersebut, menindaklanjuti disahkannya Undang-undang  no. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

(Penulis dan Foto: Frangki Noldy Lontaan. Editor: Pdt. Janny Ch. Rende, M.Th)