TEMA BULANAN:
“Gereja yang memberi teladan”
TEMA MINGGUAN:
“Gereja sebagai garam dan terang dunia”
BACAAN ALKITAB:
Matius 5:13-16
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Tema ini dipilih karena sungguh betapa pentingnya pengaruh Gereja itu, sebagaimana teks ini yang berisi pesan penting Yesus untuk Gereja. Pengaruh itu adalah dampak yang dituntut Tuhan bagi Gereja. Sebab sesungguhnya Gereja ada dan hadir dalam dunia untuk memberi pengaruh. Pengaruh dapat berbentuk resistensi (penolakan) terhadap racun-racun dunia yang membahayakan hidup orang percaya (gereja), kritis (dapat membedakan mana yang berkenan dan tidak berkenan pada Tuhan) dan transformasi (mengubah jemaat dan masyarakat supaya bertumbuh dan berkembang). Pengaruh tersebut didasarkan pada nilai-nilai Injili yang bersumber dari Yesus Kristus dan harus muncul sebagai diri serta cara hidup gereja.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese) – Dalam kehidupan orang-orang di zaman Yesus, garam berfungsi sebagai penyedap makanan dan pengawet Selain itu, garam dipakai untuk membersihkan daging dari kotoran, termasuk bayi-bayi Yahudi yang baru lahir dimandikan dengan air yang dibubuhi garam (pembersih, band. Yoh. 16:4). Tetapi tingkat konsentrasi garam yang ‘berlebihan justru mematikan, misalnya air Laut Mati sehingga tidak ada ikan yang bisa hidup di sana. Dalam upacara agama Yahudi garam juga dipakai (Im. 2:13; Kel. 30:35) dan bahkan dipakai sebagai tanda perjanjian (Bil.8:19; 2 Taw. 13:5).
Masyarakat di jaman Yesus memperoleh garam dari Laut Mati dan dari bukit garam, Jebel Usdum, yaitu: dataran tinggi seluas 4.000 ha (band. Kej.19:26). Garam dari bukit ini terbentuk dari karang atau fosil dimana lapisan luarnya kurang sedap karena sudah dipengaruhi oleh zat lain dan cuaca/iklim. Karena itu ia dibuang saja sebab tidak ada harganya. Inilah yang Yesus maksudkan bahwa garam yang tidak berkualitas (=menjadi tawar) tidak lagi memiliki nilai guna, selain dibuang dan diinjak orang.
Sumber terang berasal dari pelita, yaitu lampu tanah liat (tembikar yang memiliki kaki sebagai tempat meletakkan pelita). Ia digunakan sebagai perkakas rumah tangga) yang sangat dibutuhkan keberadaannya. Bahkan Bait Sud menggunakan pelita sebagai salah satu perkakas yang dikuduskan, yaitu menorah atau pelita perunggu yang terdiri dari 7 kaki dian. Dalam Mazmur 119:105, pelita adalah juga perlambang firman Allah. Cahaya pelita berasal dari minyak zaitun sebagai bahan bakarnya. Cahaya terang dalam diri para murid berasal dari Yesus (band. Yoh. 8:12, Filipi 2:13,15) sebagai Terang Dunia. Karena itu kata yang digunakan adalah “kamu adalah terang dunia”, bukan “kamu harus menjadi terang dunia”. Kalau dipakai frase “kamu harus menjadi terang dunia, maka penentuan dan kekuatan menjadi terang ada pada diri manusia itu sendiri. Tetapi digunakan kata “kamu adalah…” karena sesungguhnya terang itu sudah ada, tetapi terang yang ada bukan hasil usaha atau kerja keras manusia. Terang itu adalah Yesus Kristus yang berdiam dalam diri orang percaya.
Intinya, bacaan ini berbicara tentang pengaruh orang percaya terhadap dunia/sesama manusia. Garam dan terang adalah hakekat diri orang percaya atau jati diri/citra orang percaya (kamu adalah). Dalam mana identitas itu bermakna aktif untuk mempengaruhi, yaitu menjadi teladan atau contoh dan memberi dampak yang kuat bagi sesama manusia. Orang percaya wajib menjadi teladan bagi dunia/orang-orang dan jangan sampai kehi1angan teladan. Keteladanan orang percaya secara internal (ke dalam) adalah keteladanan yang tidak kelihatan, tetapi dirasakan (seperti garam). Orang percaya hadir untuk menyedapkan kehidupan agama yang legalistik (yang mengutamakan aturan, organisasi dan hierarki jabatan) di waktu itu serta kehidupan ekonomi masyarakat yang miskin dan timpang. Orang percaya justru harus mengawetkan nilai-nilai keadilan, persamaan hak, kesejahteraan, perdamaian, dan kasih. Ia melawan kebusukan-kebusukan sosial dan politik serta membersihkan dosa serta kejahatan, khususnya kemerosotan moral dan etik di jaman itu. Di sisi lain, keteladanan orang percaya secara eksternal (ke luar) adalah keteladanan yang bisa dilihat (seperti terang) melalui sikap dan tindakan yang berangkat dari kualitas moral yang utuh. Memang perlu perjuangan untuk memberi teladan kepada dunia. Namun harus diingat sumber keteladanan itu adalah Yesus (Yoh. 8:12) dan tujuan dari hidup yang memberi teladan adalah banyak orang datang kepada Bapa dan memuliakan Bapa.
Makna dan Implikasi Firman – Gereja yang tidak membawa pengaruh apa-apa secara internal (ke dalam) maupun eksternal (ke luar), sesungguhnya bukan Gereja. Tidak dimaksudkan Gereja menjadi eksklusif (tertutup) dan isolatif (terasing); sebaliknya bukan juga berarti Gereja menjadi relevan (cocok) dengan dunia. Sebab Gereja ada dalam dunia untuk menghadirkan keadllan dan perdamaian. Namun dalam kenyataan Gereja sekarang kita harus jujur, bahwa partisipasi gereja dalam masalah-masalah sosial terkadang terbatas pada seminar dan lokakarya. Gereja terkurung dalam ruang rapat, konsultasi dan sidang. Gereja sungguh-sungguh menjadi organisasi bukan lagi organisme. Di sisi lain Gereja terlalu fokus pada ibadah/liturgi sehingga menjadi rutinitas dan ritualitas belaka dan lupa pada ibadah sebagai kerja. Akibatnya Gereja tidak bisa berfungsi secara maksimal untuk menembus dunia ekonomi, politik dan birokrasi. Tapi anehnya Gereja ikut berpesta dalam perebutan umat, lembaga, kekuasaan dan uang. Sebab ada gereja yang sibuk melayani domba lain, berebut dan berselisih karena lembaga tertentu, condong pada satu kekuasaan dan terpaku pada soal keuangan saja. Saat ini, masyarakat Indonesia terlebih umat membutuhkan keteladanan. Gereja-lah yang harus memberi teladan atau pengaruh ke dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain dengan:
- Menghasilkan anggota gereja yang beriman tapi berkualitas secara intelektual dan memiliki integritas yang diakui di dalam dan di luar gereja/ masyarakat.
- Berani dan tanggap menyuarakan ketidakadilan, ketimpangan dan dusta serta menjadi pejuang aktif melawan itu.
- Mencari bentuk-bentuk program yang lebih kreatif dalam mengembangkan ekonomi, wirausaha/ bisnis, pendidikan dan kesehatan umat.
- Menanggulangi masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, anak jalanan, HIV/AIDS, trafficking, narkoba, miras, perjudian, perselingkuhan. Memang pembangunan gedung gereja itu perlu namun lebih penting membangun Gereja dalam arti yang sesungguhnya.
- Sebagaimana Eka Darmaputera mengatakan: Gereja mempelopori dan menghidupkan “politik kehidupan”,bukan “politik kekuasaan” dan menjadi Gereja yang inklusif (terbuka), inspiratif (membuka wawasan baru) dan rekonsiliatif (membawa perdamaian).
Akhirnya harus diingat bahwa tindakan menjadi teladan ini agar “supaya orang melihat perbuatanmu”. Tujuan daripada menjadi teladan ini adalah “supaya orang memuliakan Bapa” bukan supaya orang memuliakan orang.
PERTANYAAN DISKUSI
- Apakah maksud Yesus menyebut orang percaya dengan “garam” dan “terang”?
- Bagaimana mewujudkan maksud Yesus itu (garam dan terang) secara praktis dalam kehidupan Gereja masa kini?
- Apa pendapat saudara tentang peran warga gereja yang sekarang dalam melaksanakan tugas di tengah dunia?