MTPJ 25 Feb. s/d 3 Maret 2018 Minggu Sengsara II

0
10990

TEMA BULANAN : “Penatalayan yang Memiliki Kapabilitas, Integritas dan Komitmen”
TEMA MINGGUAN : “Bukan Memerintah, Melainkan Melayani”
Bacaan Alkitab : Markus 10 : 35 – 45
ALASAN PEMILIHAN TEMA

Berbicara mengenai kebesaran, maka ada perbedaan pengertian antara dunia sekuler (bersifat duniawi) dengan pengertian pela-yanan Kristiani. Dunia mendefinisikan kebesaran seseorang dari segi kuasa, harta, martabat dan kedudukan. Jika anda mampu memerintah orang lain dan orang tersebut mengikuti apa yang anda katakan, maka anda adalah seorang yang berhasil.

Pengertian kebesaran menurut Pelayanan Kristiani bahwa kebe-saran tidak dinilai dari statusnya, kekuasaan yang dimilikinya, martabatnya dan kedudukannya sebagai seorang pembesar. Tuhan menentukan kebesaran seorang hamba-Nya bukan ber-dasarkan banyaknya orang yang melayani dia, melainkan sebe-rapa banyak orang yang dilayani dengan kebaikan dan ketu-lusan hati. Bukan dari banyaknya kuasa yang dimiliki dalam Gereja, melainkan berapa banyak kuasa yang dipakainya untuk melayani sesama. Juga tidak ditentukan oleh seberapa mam-punya seseorang mendapatkan keuntungan dalam hal finansial, tetapi Tuhan mengukur kebesaran hamba-Nya dengan kerelaan-nya untuk kehilangan banyak hal yang berharga dalam hidup-nya demi kesejahteraan orang lain. Oleh sebab itu, budaya pelayanan bukanlah budaya yang populer, bahkan menarikpun tidak bagi dunia sekuler.

Dalam kerajaan duniawi, orang suka memerintah dan mengua-sai orang lain dengan memakai pengaruh pribadi untuk membe-sarkan diri dan kekuasaan. Tetapi dalam kerajaan Yesus, kebe-saran yang sebenarnya mengalir dari pelayanan yang rendah dan dengan sukarela. Prinsip tentang kepemimpinan Kristen ialah: “Pemimpin yang melayani dan bukan memerintah/ dilayani, maka pemimpin akan melayani sebagai pemimpin yang berhati hamba/pelayan  dan siap menderita”.

Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)

Yakobus, Yohanes dan Petrus adalah murid-murid pertama yang dipilih Yesus (Markus 1:19) dan dikhususkan. Mereka diajak Yesus ke atas gunung (Markus 9:2-8) dan juga mene-mani-Nya di taman Getsemani (Markus 14:34). Konteks terdekat dari Markus 10:35-45 ialah pemberitahuan ketiga mengenai diserahkannya Anak Manusia kepada orang bukan Yahudi, Dia akan dicerca, disiksa sampai mati dan akan bangkit pada hari ketiga (Markus 10:32-34).

Setelah pemberitahuan tentang penderitaan-Nya, mendekatlah Yakobus dan Yohanes anak-anak Zebedeus kepada Yesus dan mengajukan permintaan. Permintaan ini menurut Matius disam-paikan oleh ibu mereka yakni Salome (Matius 20:20-21), saudara perempuan Maria Ibu Yesus (Markus.15:40). Jadi, mereka  adalah sepupu Yesus.

Kata mereka, Guru (Yun: didaskalos searti dengan Rabi) kami harap (kepentingan pribadi) Engkau mengabulkan permintaan kami! Yesus berkata: apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu? “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak…”. Kemuliaan (Yun: doksa: kehormatan, kemegahan) yang dimaksud dalam hal ini berkaitan dengan kemuliaan Kristus menjadi Raja dan memerintah segala bangsa (band. Daniel 7:14). Permintaan ini berhubungan dengan janji me-ngenai pahala/upah (Matius 19:28). Inilah “persengkongkolan gerejawi” yang pertama untuk mendapatkan kedudukan dalam Gereja. Peluang ini dimulai dari usaha lewat keluarga (ayat 35-37).

“Kamu tidak tahu apa yang kamu minta”!. Mereka tidak tahu yang diperlukan untuk dapat mencapai tempat-tempat kehormatan itu, mereka hanya melihat tujuan akhir, tetapi jalan yang menuju pada kemuliaan tidak mereka lihat. “Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima? Cawan (Yun: ποτήριον: poterion) merupakan lambang penderitan Yesus terhadap dosa manusia melalui kayu salib (band.Matius 26:39). Baptisan (Yun: baptizein: masuk ke dalam air; bebaptismenos: membenamkan). Jawaban ini menjelaskan bahwa Dia akan meminum cawan penolakan terhadap diri-Nya, Dia sedang dibenamkan dalam baptisan penderitaan. Jadi, kata cawan dan baptis mempunyai kesejajaran makna mengenai penderitaan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus dan sebagai respon atas permintaan mereka. Yesus sedang memberitahukan bahwa tanpa salib tak akan pernah ada mahkota. Standar untuk kebesaran atau kemuliaan dalam Kerajaan Allah adalah standar salib  (ayat 38).

Kami dapat” jawab mereka; inilah cetusan keberanian, mereka siap menderita. Memang kamu akan meminum cawan dan baptisan! Jawaban Yesus ini  menubuatkan tentang penderitaan mereka, dimana Yakobus mati dibunuh (Kisah Para Rasul.12:2) dan Yohanes dipenjarakan dan mati teraniaya (Kisah Para Rasul. 4:3;5:18). Tetapi sekalipun mereka sanggup menjalani penderitaan, namun posisi yang mereka minta, Yesus tidak bisa memenuhinya. “Allah telah menyediakannya” (Lat: passivum divinium) bagi orang-orang tertentu bukan karena diminta apalagi memanfaatkan hubungan keluarga (ayat 39-40).

Permintaan tersebut berdampak pada murid lain sehingga mereka marah. Alasannya mereka tidak ingin menjadi yang terakhir, semua menginginkan posisi terhormat, menjadi besar dan terkemuka (band. Markus 9:34). Mengantisipasi situasi ini, Yesus memanggil mereka dengan menggambarkan pemerintah dunia yang bersifat temporer dan memerintah dengan meng-gunakan kekuasaan atas rakyat dengan kejam dan bukan melayani. Kekuasaan selalu ingin mengungguli kekuasaan yang lain, itulah kerajaan dunia, standar kebesarannya adalah kuasa (ayat 41-42).

Tidaklah demikian di antara kamu”. Yesus mau membedakan cara memerintah dan melayani karena para murid berkeinginan menjadi lebih besar daripada yang lain. Jika ingin menjadi besar terkemuka hendaklah ia menjadi pelayan dan hamba untuk semuanya. Menegaskan bahwa siapa ingin menjadi besar dan terkemuka syarat utamanya harus melayani bukan seperti kepemimpinan sekuler yang menggunakan kekuasaan untuk mengeksploitasi rakyat tetapi menjadi pelayan dan hamba dan meneladani Yesus yang memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

Kata “pelayan” (Yun. diakonos), mengekspresikan dengan kuat ide pelayanan untuk kepentingan seseorang. “Hamba(Yun: doulos: budak, hamba, pelayan artinya seseorang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain). Kata “hamba” menekankan hubungan ketergantungan dan subordinasi tuan dan hamba. Jadi dalam teks ini, kata pelayan dan hamba mengandung arti yang sejajar, kata-kata tersebut dipakai untuk menunjukkan posisi tanpa kuasa (ayat 43-44).

Ayat 45, Yesus menggunakan gelar “Anak Manusia(Raja Dunia: menerangkan watak dan misi-Nya, band.Daniel.7:13) gelar yang dikenakan kepada Yesus Kristus untuk menyatakan ke-mesiasan-Nya. Frase “bukan datang untuk dilayani melainkan untuk melayanimenggambarkan satu kehidupan inkarnasi-Nya dimana Ia tidak datang sebagai Raja dimana setiap pribadi/ orang melayani dirinya tetapi Dia datang sebagai hamba untuk melayani orang lain. Melayani (Yun: diakoneō: “mencukupi kebutuhan” atau arti sempitnya “melayani di meja makan”). Yesus bukan hanya mengajarkan para murid untuk menjadi pemimpin yang melayani, melainkan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Tebusan (Yun: Lytron) berarti ganti rugi, silih, yang diberikan untuk mengembalikan hutang yang tak terbayar dengan cara biasa; “harga sebuah pembebasan” juga seringkali digunakan sebagai pembayaran untuk membebaskan para budak, kata ini memiliki konsep teologis yang digunakan oleh Pengalaman Israel dalam mengalami pembebasan di tanah Mesir.

Makna dan Implikasi Firman

Melayani berarti mengabdi atau menghamba kepada Tuhan dan kepada orang lain, atau pola hidup yang bukan lagi hidup untuk diri sendiri melainkan hidup untuk Tuhan dan orang lain. Melayani adalah mengosongkan diri dan menempatkan kepen-tingan sendiri di bawah kepentingan Tuhan dan kepentingan orang lain. Jadi, melayani merupakan sebuah panggilan iman Gereja sebagai hamba Kerajaan yang terpanggil untuk melayani jemaat/masyarakat melalui keterlibatannya dalam memperjuang-kan “tanda-tanda” Kerajaan Allah”.

Panggilan kita ialah melayani bukan untuk dilayani, memerintah dan menguasai. Kita dipilih menjadi pelayan dan hamba bukan raja. Oleh sebab itu kepemimpinan kristen harus berpusat pada Yesus Kristus yang memberikan kehidupan-Nya untuk menjadi tebusan bagi manusia. Dengan menekankan suatu prinsip kebesaran melalui pelayanan  bukan memerintah dan bukan menikmati pelayanan tapi Dia datang untuk melayani. Kerelaan-Nya untuk menaklukkan seluruh hidup dan pelayanan-Nya pada gaya hidup kehambaan merupakan teladan yang harus diikuti oleh semua pengikut-pengikut-Nya. Sehingga “kebesaran hanya dapat dicapai melalui pelayanan. Dan inilah yang dimaksudkan oleh ungkapan “Quam bene vivas, non quam diu refert, bahwa: Kebesaran seseorang itu baru teruji jika ia memberi dirinya untuk melayani, bukan untuk dilayani.

PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:       

  1. Apa kata perikop tentang “bukan memerintah melainkan melayani” ?
  2. Bagaimana kita memahami konsep hamba dan pelayan dalam pelayanan gereja sekarang, adakah itu dipraktekkan dengan baik? Kalau tidak bagaimana cara mengatasinya? 

NAS PEMBIMBING: Yesaya 52:13-15 

POKOK-POKOK DOA:

  • Menjauhkan diri dari ambisi negatif yang berdampak pada perselisihan
  • Para Pemimpin dan Pelayan melayani bukan memerintah
  • Pemimpin, pelayan dan jemaat siap berkorban dalam pelayanan

TATA IBADAH YANG DIUSULKAN: MINGGU SENGSARA II 

NYANYIAN YANG DIUSULKAN:

Persiapan: KJ No.460 Jika Jiwaku Berdoa

Ses. Nas Pemb : KJ. No. 35  Tercurah Darah Tuhanku

Pengakuan Dosa: KJ. No. 368  Pada Kaki Salib-Mu

Pemberitaan Anugerah Allah: NKB. No. 73  Kasih Tuhanku Lembut

Ajakan Mengikuti Yesus di Jalan Sengsara: NKB. No. 125 Kudengar Panggilan Tuhan

Ses Doa, Pembacaan Alkitab: KJ No. 54 Tak Kita Menyerahkan.

Persembahan      : KJ. No. 367 PadaMu, Tuhan dan Allahku.

Nyanyian Penutup: KJ. No. 436 Lawanlah Godaan.

ATRIBUT:

Warna dasar ungu dengan simbol XP (Khi-Rho), cawan pengucapan, salib dan mahkota duri.