TEMA BULANAN : “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir”
TEMA MINGGUAN : “Ketaatan Membuahkan Pengakuan”
BACAAN ALKITAB : Daniel 3 :1-30
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Ketaatan membuahkan pengakuan iman yang meneguhkan orang yang bimbang dan ragu-ragu. Ia harus setia sampai akhir di tengah-tengah godaan dan tantangan di dunia ini. Kita banyak menyaksikan kesetiaan hamba-hamba-Nya untuk memberitakan Firman Tuhan sekalipun mengalami berbagai-bagai penderitaan. Banyak penginjil mati “martir” karena mempertahankan imannya kepada Yesus Kristus. Mereka telah memberi teladan tentang kesetiaan sebagai hamba Tuhan yang tidak tergoyahkan.
Hanya saja masih ada orang Kristen setelah menerima Kristus namun pada akhirnya ia mengingkari imannya kepada Tuhan bahkan ada yang menjadi atheis. Warga gereja diingatkan tentang kesetiaannya untuk bersaksi dan memberitakan injil dengan tidak perlu ragu dan bimbang sebab Ia telah berjanji menyertai orang percaya sampai akhir zaman. Kesetiaan yang sungguh-sungguh melayani Tuhan seperti Pelayan Khusus dan menjadi tenaga utusan gereja sebagai misionaris harus berpegang teguh pada janji iman. Namun ada orang dengan tawaran jabatan dan materi yang mengiurkan sehingga imannya menjadi goyah dan meninggalkan iman Kristen.
Karena itu dengan ketaatan yang dimurnikan dalam iman yang teguh akan membuahkan pengakuan gereja bahwa Yesus Kristus menyelamatkan umat-Nya. Gereja berakar, bertumbuh dan berbuah dari perisitiwa-peristiwa penganiayaan orang Kristen. Menaruh per-caya kepada Allah yang sanggup melepaskan hamba-hamba yang dipilih dan dikasihi-Nya dari berbagai ancaman yang mematikan. Untuk itulah tema minggu ini ialah: “Ketaatan Membuahkan Pengakuan”.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego berhadapan dengan Nebukadnezar menjelaskan tentang ketaatan hamba Allah yang dipaksa untuk penyembah dewa khususnya patung. Bentuk penyembahan ini adalah sebuah ketaatan dari ketiga sahabat Daniel. Dari penjelasan perikop ini adalah Raja dengan kuasa untuk menekan dan membinasakan orang-orang buangan yang tertindas digambarkan seperti: Nebukadnezar, raja Babel memiliki kekuasaan besar dengan mempergunakan para petinggi negara, para ahli hukum sampai kepala daerah takluk pada kekuasaannya (ayat 3). Wilayah kekuasaannya yang luas dari Laut Merah sampai jauh ke Timur di Teluk Persia, dari pertengahan semenanjung Arab di Selatan sampai mendekati Laut Mati di Utara. Ia merasa kuat karena dapat memukul Asyur, mendesak Mesir di Selatan, dan menahan Persia di Timur, Israel dan Yehuda ditaklukkannya dengan mudah.
Karena itu Nebukadnezar membuat patung emas yang tinggi dan besar, dan mendirikannya di dataran Dura tempat paling strategis dan indah di Babel. Patung emas merupakan patung yang disebut dewi Isathar, disembah orang Sumeria yang menjadi cikal-bakal bangsa Babel. Tujuan pembangunan ini adalah: pemujaan kepada dewa sembahan Nebukadnezar dan penerimaan akan kebesaran dan kekuasaan raja serta kesetiaan dan ketaatan kepada Babel. Selanjutnya Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, orang Yahudi yang ikut ditawan dan dibawa oleh tentara Babel. Mereka mengalami tekanan sebagai orang-orang buangan yang bukan saja selalu diawasi gerak-gerik mereka, tapi terutama mereka tidak memiliki hak dan kebebasan untuk bekerja seperti orang Babel. Namun mereka memiliki banyak talenta, terutama hikmat mereka melebihi hikmat orang Babel sehingga diangkat oleh raja Nebukadnezar untuk ikut dalam pemerintahannya. (ayat12). Pekerjaan “pemerintahan” (Ibrani: abiyadah atau jabatan administrasi, pekerjaan pemerintahan). Mereka bukan saja dituntut loyalitas penuh, tapi terutama sebagai orang-orang buangan loyalitas itu berbentuk abiydah, yakni posisi takluk. Ini bukan cuma posisi tanggung jawab di pemerintahan tapi seluruh eksistensi mereka yang berada dalam kekuasaan Babel.
Pendirian patung emas ini telah menjadi pintu masuk para abiyadah atau orang Kasdi masa Babel untuk menekan dan menjatuhkan abiyadah Yahudi yang setia pada TUHAN. Hikmat dan dedikasi Sadrakh, Mesakh dan Abednego itu melahirkan kecemburuan bagi lawan-lawannya sehingga mereka berusaha mencari pintu masuk untuk menjatuhkan mereka. Nebukadnezar berpikir jika ia sendiri yang menekan dan memerintahkan ketiga orang Yahudi ini untuk menyembah patung emas itu, pasti mereka akan taat. Apalagi raja yang cerdik itu mengancam untuk memasukan mereka yang tidak menyembah patung (tidak setia) ke dalam api yang menyala-nyala. Namun mereka menjawab“ jika Allah yang kami puja.. akan melepaskan kami”. (ayat 17) ‘Perapian yang menyala-nyala”, bentuk hukuman kepada mereka yang murtad. Cara ini dipakai agama-agama kuno untuk melaksanakan pemurnian ajaran agama. Dengan maksud agar keyakinan yang palsu akan terbakar oleh panasnya api sehingga yang tersisa dari yang tidak dibakar adalah yang asli.
Di tengah ancaman api yang siap menghanguskan, Sadrakh, Mesakh, Abednego memberi jawaban kepada Nebukadnezar, yaitu “ya raja bahwa kami tidak akan memuji dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (ayat 18). Justru ungkapan ini adalah bukti kesetiaan pada TUHAN, tanda ketaatan pada Allah, sikap komitmen pada janji dan karakter sejati hamba TUHAN. Walau pun membangkitkan kemarahan Nebukadnezar, tapi menyenangkan hati TUHAN.
Doa mereka dijawab Allah, ketika api dahsyat itu tidak mampu membakar seujung rambut pun dari hamba-hamba TUHAN itu. Api yang sangat panas tidak memiliki daya dan kuasa untuk membakar para hamba TUHAN yang berada di dalamnya. Reaksi Nebukadnezar atas peristiwa tidak terbakarnya para hamba Tuhan, yakni: Pertama, “terkejut” ayat 24 (Aram: tavahh= tercengang, terheran-heran, takjub) menyaksikan hamba-hamba TUHAN itu tidak terbakar, bahkan sudah menjadi (empat) orang berada dan berjalan di dalam api yang menyala-nyala itu. Nebukadnezar bangkit dan bertanya mengenai keheranannya itu serta takjub dan seperti tidak percaya“ yang keempat itu rupanya seperti anak dewa”. Nebukadnezar tidak melihat itu pada patung emas yang didirikannya, tapi melihat itu di dalam perapian yang menyala-nyala, dan anak dewa itu berjalan bersama-sama dengan Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Kedua, “pengakuan”, walaupun kata ini tidak terdapat dalan bagian-bagian ini namun perkataan Nebukadnesar, sudah tersirat dalam ungkapan “Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba TUHAN yang Mahatinggi” (ayat 26) ini menjadi awal pengakuannya akan kebesaran Allah. Ketiga “terpujilah Allah” (Aram: barak; memuji, menyembah, berlutut). Tindakan dari penga-kuan berlanjut pada pujian dan penyembahan, demikianlah Nebukadnezar saat menyaksikan perisitiwa yang mengherankan ini tetapi ia tidak melupakan patung emasnya, walaupun ia memuji Allah. Sehingga ia mengeluarkan perintah yaitu: perintah melarang semua suku bangsa menghina Allahnya: Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan raja memberikan kedudukan tinggi kepada mereka.
Makna dan Implikasi Firman
Tekanan dan ancaman serta siksaan menjadi api pemurnian ketaatan dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Ketaatan di ruang pemurnian membuka pintu belas kasihan Allah untuk datang melalui anugerah-Nya dengan menolong hamba-hamba-Nya. Semakin berlipat panasnya api pemurnian, semakin terbuka pintu anugerah Tuhan untuk membebaskan hamba-Nya dengan cara-cara yang mengherankan.
Banyak orang yang diubahkan Tuhan dari sikap penentang menjadi pendukung bahkan menjadi saksi dari keyakinan yang teguh akan kebenaran Allah seperti Nebukadnezar dari seorang raja yang menentang “keyakinan” kepada Tuhan diubahkan menjadi “pendu-kung” yang teguh. Tindakan kemarahan akan semakin menyiksa, menambah ancaman, dan tekanan yang lebih keras bahkan berlipat-lipat. Tapi seringkali Allah memakai proses itu untuk menyadarkan seseorang untuk percaya pada pengakuan imanya kepada Tuhan.
Belajar dari gereja mula-mula yang tetap setia walaupun di tengah ancaman kekaisaran Nero, bahkan pihak anti Kristen itu memakai kesempatan untuk menganiaya jemaat. Namun dari peristiwa itu muncul ungkapan: “gereja semakin dihambat, semakin merambat”. Penghambatan seringkali menjadi api pemurnian iman umat-Nya yang setia. Bahkan dalam pemurnian itu ada banyak pihak yang anti justru berbalik menjadi percaya, dan pemberita injil-Nya. Seperti Saulus yang ditangkap Tuhan Yesus dalam perjalanan ke Damsyik dan akhirnya menjadi percaya bahkan menjadi pemberita injil yang paling tangguh. Melalui Sadrakh, Mesakh dan Abednego, Tuhan mengubahkan Nebukadnezar sehingga takjub, mengaku, dan memuliakan Allah Israel.
Sebagai gereja yang mengaku percaya kepada Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus kita tidak boleh mengubah iman kita dan hidup dalam dosa yang dapat saja mengingkari iman percaya kita. Yakinlah walaupun godaan jabatan dan materi, kita tetap berjalan bersama TuhanYesus yang sudah memberi keselamatan bagi gereja-Nya.
PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:
- Bagaimana bentuk tekanan yang dialami Sadrakh, Mesakh dan Abednego?
- Bagaimana sikap Nebukadnezar menghadapi kesetiaan Sadrakh, Mesakh dan Abednego?
- Apa bentuk-bentuk perlawanan yang dihadapi umat Kristen sekarang ini. Bagaimana seharusnya GMIM menyikapinya ?
NAS PEMBIMBING: Markus 8 : 35
POKOK-POKOK DOA
- Agar warga gereja tidak goyah imannya sekalipun ditekan dan diancam untuk menyembah ilah lain.
- Agar kesaksian warga gereja dapat memberi perubahan dimanapun ia bekerja dan melayani
- Agar gereja senantiasa dapat membekali warganya untuk hidup dengan kesaksian yang murni mengikut Tuhan Yesus
TATA IBADAT YANG DIUSULKAN:
HARI MINGGU BENTUK I
NYANYIAN YANG DIUSULKAN:
Panggilan Beribadah : KJ.No.19. Tuhanku Yesus
Nas Pembimbing : NKB. No. 129 Indah Mulia
Pengakuan Dosa : NKB. 15 Hidup Yang Penuh Berbeban
Pemberitaan Anugerah : KJ. No.37a Batu Karang Yang Teguh
Hukum TUHAN : NKB. 116 Siapa Yang Berpegang
Persembahan : NKB. No. 128 Kuberserah Kepada Allahku
Nyanyian Penutup: NNBT. No. 34 Tuhanlah Perlidunganku
ATRIBUT:
Warna dasar hijau dengan simbol salib dan perahu di atas gelombang.