GMIM.or.id – Berawal dari sebuah lokasi pemukiman yang dibangun pada era 80-an, kini Desa Pinasungkulan Kec. Tombariri Kabupaten Minahasa mengalami perkembangan berarti. Bukanlah suatu kebetulan jika nama Pinasungkulan yang berarti tampa bakudapa (tempat pertemuan) sangat identik dengan penduduknya yang berasal dari berbagai suku. Mulai dari Sangihe yang merupakan suku mayoritas penduduk Pinasungkulan hingga Minahasa, bahkan ada yang berasal dari Philipina. Di Desa Pinasungkulan inilah berdiri jemaat GMIM Baitel yang saat ini terdiri dari dalam 4 kolom dengan 70 KK.
Pada hari Minggu (21/6) usai Ibadah Minggu jemaat yang dirangkaikan dengan Perjamuan Kudus dalam rangka memperingati HUT Ke-184 Tahun Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen GMIM, kepada GMIM.or.id Pdt. Fine Emor-Undeng, S.Th selaku Ketua BPMJ Baitel Pinasungkulan didampingi pelayan khusus Kolom 1 Pnt. Sonny Abbast menuturkan keberadaan jemaat yang dia layani. Undeng mengatakan sekalipun jemaat yang dia layani berada di lokasi pemukiman, tapi dia selalu memotivasi anggota jemaat untuk memiliki pola pikir masyarakat perkotaan dalam arti pola pikir positif dan membangun demi kemajuan jemaat. “Sekalipun mereka memiliki keterbatasan wawasan dan pengetahuan, saya yakin mereka memiliki kesempatan yang sama dengan anggota jemaat yang ada di perkotaan. Sebab itu, di masa kepelayanan saya selaku Ketua BPMJ, jemaat saya ajak untuk berperan aktif dalam berbagai kegiatan aras Wilayah maupun Sinodal, sekalipun kami memiliki kendala dalam hal dana,” ungkap Ibu dari 3 orang anak tersebut.
Undeng menambahkan, beberapa waktu yang lalu jemaat Baitel diberi kepercayaan menjadi tuan dan nyonya rumah pelaksanaan Lomba Paduan Suara P/KB GMIM se Wilayah Tanawangko Dua. “Hasilnya, kami sukses menjamu ratusan peserta yang hadir, sekalipun keterbatasan pada akomodasi peserta,”ungkapnya. Selain itu, menurut Undeng sebagai bentuk kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Minahasa, warga jemaat dan masyarakat Pinasungkulan pernah menjadi lokasi penginapan dari sekitar 300 mahasiswa yang melaksanakan kegiatan di Pinasungkulan yang mayoritas masyarakatnya adalah warga GMIM.
Selain pelayanan seperti ibadah Minggu dan perkunjungan HUT anggota jemaat, Undeng juga termotivasi untuk memajukan dunia pendidikan di Jemaat Baitel Pinasungkulan yang dia layani. “Kerinduan saya untuk mendirikan PAUD dan TK sangat besar, sebab di jemaat saya ada sekitar 40 anak usia dini dan 20 anak usia TK yang sudah sepantasnya diperhatikan. Sekalipun memang di Desa Pinasungkulan ada TK Desa yang dibangun pemerintah, tapi kami jemaat punya mimpi untuk memiliki sekolah sendiri,” kata Undeng seraya menambahkan untuk saat ini baru memiliki TK dan itu pun masih meminjam ruangan Kantor Jemaat sebagai tempat belajar mengajar.
“Untuk fasilitas berupa perlengkapan TK, selain kursi kami mendapat bantuan dari jemaat Sentrum Manado sebagai jemaat mitra Baitel Pinasungkulan,” ungkap Undeng. Menjadi salah satu dari Sembilan jemaat yang ada di Wilayah Tanawangko Dua, BPMJ, Pelayan Khusus, dan seluruh jemaat termotivasi untuk tidak ketinggalan dengan jemaat lainnya. Berbagai upaya ditempuh oleh Pdt. Fine Emor-Undeng, S.Th, yang tidak jarang harus merogoh kocek pribadi untuk menunjang program di jemaatnya, bahkan termasuk pengembangan sumber daya jemaat. “Itu semua saya lakukan untuk jemaat, tidak ada maksud apa-apa. Apalagi melihat perekonomian jemaat, yang untuk kebutuhan sehari-hari saja, hampir tidak dapat mereka penuhi. “Tapi syukur kepada Tuhan, yang senantiasa menjawab kebutuhan jemaat, salah satunya dengan bermitranya jemaat Baitel Pinasungkulan dengan Jemaat Sentrum Manado yang sudah banyak membantu kami. Untuk itu terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua BPMJ Sentrum Manado Pdt. Iwan Runtunuwu, STh beserta seluruh jemaat Sentrum Manado,” kata Undeng menutup percakapannya dengan GMIM.or.id.
Ditambahkannya pula, pada Minggu (28/6) akan dilaksanakan Ibadah Syukur HUT Ke-31 Jemaat Baitel Pinasungkulan, dan jemaat Sentrum Manado sebagai jemaat mitra kembali akan membantu pada perayaan syukur dalam rangka HUT Jemaat, mulai dari pendirian tenda dilokasi gedung gereja hingga beserta keperluan lainnya.
(Penulis dan Foto: Frangki Noldy Lontaan. Editor: Pdt. Janny Ch. Rende, M.Th)