Pengakuan Iman
Ulangan 6:4-5
Pengakuan iman merupakan ungkapan diri pribadi kita atas perasaan dekat dengan Allah dan perwujudan iman kita di hadapan Allah. Juga merupakan kesaksian yang memperdengarkan kebenaran dan kehendak Allah. Dalam tradisi Yahudi, ayat 4 ini disebut sebagai pengakuan iman kepada Tuhan, Allah yang esa, sebagai satu-satunya Allah yang layak disembah. Pengakuan ini berisikan perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan (ay.5).
Pengakuan iman ini pertama-tama menjadi dasar pengajaran di dalam keluarga Yahudi dan akan menjadi mubazir jika tidak disertai tindakan mengasihi Tuhan. Artinya umat Israel harus mengabaikan allah lain yang disembah oleh bangsa-bangsa lain di sekitar kehidupan mereka.
Pengakuan iman yang kita kenal sekarang bersifat liturgis karena dipakai atau diucapkan di saat ibadah. Padahal sebanarnya esensi dari isi pengakuan iman yang diucapkan dalam ibadah itu harus terlihat nyata dalam seantero aspek kehidupan orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, sehingga juga esensi ini termasuk menyentuh kehidupan keluarga-keluarga Kristen.
Bait pertama Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel berkata: “Aku percaya kepada satu Allah Bapa, …” merujuk kepada keyakinan iman kita bahwa tidak boleh memper-ilah benda atau orang tertentu. Kenyataannya praktek memperilah itu tetap ada, misalnya jika berdoa tanpa minyak urapan maka doa menjadi biasa-biasa saja, tidak memiliki kuasa. Suka atau tidak minyak urapan telah diperilah. Padahal sejak Injil masuk bersamaan dengan pendidikan praktek memperilah sesuatu sudah menjadi hal tabu dalam keyakinan orang Kristen. Hari ini 182 tahun Injil dan Pendidikan masuk tanah Minahasa, tapi masih ada orang Kristen yang imannya justru mundur 182 tahun ke belakang. Amin.
Doa: Ya Tuhan kami bersyukur untuk perayaan HUT ke 182 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen GMIM hari ini. Teguhkan gereja-Mu supaya mampu meneruskan pekabaran Injil dan usaha-usaha pendidikan dan terus mengaku Engkau Esa adanya. Amin.