Tim Tomohon Pecahkan Rekor Nasional

0
1878

GMIM.or.id –  Sejak dibuka secara resmi pada Rabu (3/6) lewat ibadah pembukaan kegiatan yang dipimpin oleh Sekretaris Departemen Bidang Data dan Informasi GMIM Pdt. Heski Laurens Manus, M.Th, Pelatihan Tanggap Bencana dan Pengembangan Radio Berbasis Komunitas memasuki tahap-tahap akhir pelatihan. Program kerjasama Yayasan Komunikasi Masyarakat (YAKOMA)  PGI dan Sinode GMIM   ini  dipusatkan di jemaat GMIM Markus Kinilow Wilayah Kakaskasen Kota Tomohon.

BPMS GMIM melalui Wakil Sekretaris Bidang Data dan Informasi Pdt. Janny Ch. Rende, M.Th mengatakan ketika dipercayakan oleh YAKOMA PGI untuk kegiatan ini , GMIM sangat gembira dan bersuka hati.  “Tomohon merupakan pusat GMIM, dimana terdapat gunung berapi aktif Lokon yang kapan saja bisa menyebabkan bencana,” ungkap Rende,  seraya  menambahkan bukan saja menyebabkan kerugian materi tetapi bisa berakibat jatuh korban manusia. “Selain itu, Tomohon juga merupakan daerah rawan longsor di beberapa titik tertentu,” pungkas Rende.

Sementara itu, kepada GMIM.or.id Pengurus dari Yakoma PGI menjelaskan kegiatan Pelatihan tanggap bencana dan pengembangan Radio Berbasis Komunitas merupakan salah satu keputusan Sidang Raya PGI.

Diketahui, sejak Senin (9/6) peserta pelatihan  memasuki praktek (trial)  setelah dibekali dengan berbagai materi dalam bentuk teori serta simulasi selama beberapa hari di gedung gereja GMIM Markus Kinilow.  Ada pun praktek pelatihan   yang semula akan digelar di salah satu lokasi/kawasan “merah”  letusan gunung berapi Lokon,  dialihkan ke kompleks Kantor Kelurahan Kinilow,  dimana di lokasi tersebut seluruh peserta dilatih untuk mendirikan radio tanggap  bencana dengan fungsi utama menyampaikan informasi sekitar bencana yang terjadi, serta situasi pasca bencana. Di samping itu, Radio tersebut dapat berfungsi sebagai sarana hiburan bagi korban bencana.

Saat diwawancarai GMIM.or.id disela-sela pelatihan, Mike Adams dari FIRST Response Radio International Network Coordinator mengatakan Radio tanggap bencana dimulai ada sejak 10 tahun lalu ketika bencana Tsunami melanda Banda Aceh. “Program lewat radio ini sangat membantu masyarakat untuk dipulihkan dari situasi bencana tersebut,” kata Adams.

Dia mengakui dirinya banyak belajar dari bencana Tsunami Aceh. Terlalu lambat mereka mendirikan radio tanggap bencana saat itu, karena  satu bulan sesudah bencana baru didirikan. “Masyarakat butuh informasi secepatnya di saat terjadi bencana, dan belajar dari Tsunami Aceh kami mempersiapkan radio, maksimal 72 jam sesudah terjadi suatu bencana,” terang Adams.

Adams dan rekan-rekannya mencoba merancang perangkat penyiaran yang praktis dibawa dan digunakan dalam situasi apa pun.  Akhirnya terciptalah apa yang dinamakan “radio koper” yang mudah dibawa ke lokasi bencana.  Adams menjelaskan radio koper tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu koper studio, koper transmitter, dan satunya lagi antena.  “Dengan berat masing-masing koper  20 kilogram, menjadi sangat mudah untuk dibawa, apakah dengan menggunakan pesawat atau pun transportasi lainnya,” ujar Adams.

Tapi, menurut Adams itu belumlah cukup apabila tidak dibarengi dengan pelatihan kepada relawan maupun masyarakat luas, dan hal-hal inilah yang menjadi pertimbangan  Adams bersama YAKOMA PGI untuk melaksanakan Pelatihan Tanggap Bencana dan Radio Berbasis Komunitas. “Kami mengajarkan orang atau beberapa masyarakat yang rentan terhadap bencana untuk mudah mendirikan dan menggunakan perangkat Radio Koper di daerah yang rentan terhadap bencana, misalnya di Kota Tomohon dengan gunung Lokon dan juga beberapa titik rawan longsor,” jelas Adams kepada GMIM.or.id.

Mike Adams yang didampingi Yusuf Marwoto menjelaskan Radio tanggap bencana memiliki beberapa program  antara lain tentang ketersediaan makanan,  perumahan, dan kesehatan serta hal-hal lain yang terkait bencana, supaya masyarakat mendapatkan informasi  yang cepat atas apa yang menjadi kebutuhan mereka pada saat bencana. Dalam 10 tahun terakhir, kata Adams mereka sudah merespons  18 bencana di seluruh dunia. “Yang paling akhir saat terjadi gempa bumi di Nepal,” ujar Mike Adams mengakhiri percakapannya.

Hal menarik dalam Pelatihan Tanggap Bencana dan Pengembangan Radio Berbasis Komunitas yang digelar di Jemaat Markus Kinilow adalah Tim Tomohon berhasil memecahkan rekor nasional yang sudah bertahan selama 5 tahun. Sebelumnya, Tim  Banda Aceh mendirikan radio tanggap bencana dengan waktu 46 menit. Setelah mengikuti pelatihan lebih dari 5 hari, Tim Tomohon mampu mendirikan radio yang sama dengan waktu  30,27 detik.   Tim Tomohon member 107,8 LOKON FM, dengan tema Sitou  Timou Tumou Tou kepada radio yang mereka dirikan.  Salah satu peserta Pdt. Minarni Grace Rantealo yang juga adalah Sekretaris Tim Kerja Penanggulangan Bencana mengatakan memecahkan rekor merupakan suatu kebanggaan, tapi intinya di sini adalah ilmu yang didapatkan  menjadi bekal bagi seluruh peserta.

(Penulis dan Foto : Frangki Noldy Lontaan. Editor: Pdt. Janny Ch. Rende, M.Th)