12 Juni 2017 HUT PI & Pendidikan Kristen ke-186

0
2597

TEMA : “Penginjilan yang Mencerdaskan”
Bacaan Alkitab : 2 Timotius 1:3-18

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cerdas mem-punyai arti sempurna dalam perkembangan akal budi, keta-jaman pikiran dan peduli terhadap sesama, alam sekitar serta keyakinan pada Tuhan yang maha Esa.

Di era post modern ini, kita sering mendengar ceramah dan ucapan-ucapan yang menyebutkan tentang makna cerdas yang meliputi 3 hal, yaitu :

  1. Kecerdasan intelektual, yang sering disebut IQ (intelektual quotient) yang dimengerti sebagai kecerdasan berpikir atau pemberdayaan otak.
  2. Kecerdasan emosional diistilahkan EQ (emotional quotient) ialah kecerdasan/ketrampilan memenej fungsi-fungsi emosi, antara lain marah, senang, sedih, sukacita, lucu, dll. Kecer-dasan ini erat kaitannya dengan suasana hati, kepedulian terhadap sesama dan percaya pada Tuhan.
  3. Kecerdasan spiritual atau SQ (spiritual quotient) ialah perilaku dan sikap hati yang peduli terhadap sesama, alam lingkungan dan relasi dengan Tuhan.

Sebagai seorang rasul yang terkenal karena Injil Tuhan, Paulus memiliki kriteria disebutkan tadi, antara lain; secara inte-lektual ia seorang Yahudi yang pandai dan sangat menguasai Taurat; secara emosional ia menjadi orang yang peduli terhadap sesama, karena perjumpaannya dengan Tuhan dan secara spiritual ia menjadi pemberita Injil yang hebat, teman sepe-layanan yang penuh kasih, setia, taat pada Tuhan, walaupun ia di penjara.

Dalam suratnya kepada Timotius, anak rohaninya yang masih sangat muda, Paulus mengungkapkan perasaan hatinya, yaitu: yang pertama ia menyatakan rasa terima kasih yang sungguh dan tulus kepada Tuhan yang mempercayakan pekerjaan pelayanan Injil kepadanya. Kedua, sebagai keturunan kaum Yahudi, ia mengenang kesetiaan iman umat Israel yang hidup benar di hadapan Tuhan. Ketiga, ia selalu mengingat dan menopang Timotius dalam doa.

Paulus memuji, bahkan punya kerinduan untuk berjumpa Timotius yang sangat bersungguh-sungguh dalam pelayanan, memiliki ketetapan hati yang terpaut kepada Tuhan, sehingga walau menderita dalam pelayanan, ia tetap teguh di dalam iman.

Keteguhan iman Timotius adalah buah didikan dalam keluarga dan menjadi pewarisan nilai spiritual yang ia miliki dari Lois sang oma dan mamanya Eunike, seorang Yahudi yang percaya kepada Yesus Kristus. Jadi betapa pentingnya ketela-danan dan pewarisan nilai spiritual dari yang tua kepada yang muda. Demikian pula yang dilakukan Paulus terhadap Timotius.

Paulus yakin bahwa Timotius belajar darinya tentang kepelayanan dan kesetiaan yang telah teruji, membuat Paulus tidak ragu terhadap kerja pelayanan Timotius, sebagai pemberita Injil Tuhan. Kerja pelayanan itu memang berat dan tidak mudah untuk di hadapi, apalagi dalam menghadapi para pengajar sesat. Tetapi topangan doa dan semangat Paulus memberi kekuatan kepada Timotius untuk terus menyadari bahwa kasih karunia Allah menyertai dan menolongnya dalam pelayanan

Timotius diingatkan untuk tidak menjadi kuatir dalam pengutusan Tuhan, sebab ketika Tuhan mengutus, maka Tuhan memperlengkapi dengan kemampuan, ketulusan dan ketaatan serta melindungi dari segala yang jahat. Karena itu, Timotius harus tetap bertekun di dalam Tuhan, kuat dalam pelayanan, jangan menjadi hilang semangat dan  jangan malu bersaksi tentang Tuhan, demi kemajuan Injil. Timotius harus terus memberitakan Injil, sekalipun sulit dan konsekwensinya yaitu menderita dan terhukum seperti Paulus. Namun ia tetap bersyukur, karena kuasa dan kebaikan Tuhan melindungi para pelayan-Nya dan keselamatan yang  mereka miliki bukan karena melakukan segala sesuatu yang baik, melainkan oleh kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus. Dialah Juruselamat manu-sia yang membinasakan maut dan memberi hidup yang kekal.

Pemberitaan Injil Tuhan telah memberi peluang bagi Paulus dan Timotius, bahkan segenap orang percaya untuk mengalami transformasi iman, dimana mereka dapat terus meyakini bahwa apa yang dialami dalam hidup, semuanya adalah kasih karunia. Bahkan demi Injil, Paulus mengimani penetapannya sebagai orang yang menyampaikan kabar baik, penerima wahyu Tuhan untuk disampaikan kepada orang banyak dan pengajar berita keselamatan.

Paulus dengan sadar menggambarkan bahwa konsekwensi dari pekerjaan-pekerjaannya adalah penderitaan. Tetapi dia tidak merasa hina, melainkan terus memelihara iman dan menaruh rasa hormatnya kepada Tuhan, yang memberikan pekerjaan itu serta memproteksi dia dalam pelayanan, sampai waktu Tuhan tiba.

Spiritualitas pelayanan itu, membekali Timotius supaya jangan goyah terhadap pengajaran-pengajaran Injil yang telah diterimanya dan tetap menjaga keteladanan yang telah diterima dan dilihatnya, dari cara hidup dan pelayanan Paulus serta mempraktekkan keteladanan itu dalam iman dan kecintaannya kepada Tuhan Yesus Kristus. Kemudian Timotius diingatkan untuk mengawal dan mengawasi Injil Tuhan, yang di karuniakan oleh Roh Kudus kepada setiap orang percaya.

Paulus juga mengingatkan bahwa dalam pelayanan peka-baran Injil, ada orang yang tidak mau menerima, termasuk Figelus dan Hermogenes, orang Kristen di Asia kecil yang termasuk dalam kelompok penolak pelayanan Paulus.

Namun walaupun banyak yang menolaknya, tetapi Paulus sangat terhibur dengan tindakan Onesiforus, seorang sahabat dalam Injil, yang selalu menolong Paulus dalam pelayanan. Onesiforus suka membawa bantuan, selalu menghibur, memberi kelegaan dan ketenangan bagi Paulus menghadapi masa sulit. Ia juga berusaha menemui Paulus waktu dalam penjara di Roma dan kebaikan hatinya, membuat Paulus berdoa memohon kasih karunia dan rahmat Allah atasnya dan keluarga.

Dalam pelayanan, Timotius bukan saja mengabarkan Injil, tapi dia juga harus memperhatikan orang-orang yang membantu mereka dalam pelayanan, sebab Timotius yang lebih tahu siapa mereka.

Pemberitaan Injil Tuhan dalam pelayanan Paulus dan Timotius telah membawa perubahan yang nampak dalam kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual; baik untuk mereka berdua, tapi juga keluarga dan orang banyak yang menjadi alamat penginjilan mereka. Sebab dengan penginjilan itu, mereka menjadikan orang semakin berakal budi, baik hati, saling menasehati, mendoakan, membantu dan memperhatikan serta hidup takut akan Tuhan. Itu berarti, penginjilan yang mencerdaskan adalah penginjilan yang membawa transformasi hidup di segala aras kehidupan orang percaya.

Di hut ke 186 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen, kita tertantang dengan pertanyaan: apakah pekabaran Injil dan pendidikan kristen yang kita beritakan dan ajarkan, membuat orang menjadi cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual?

Dengan semangat hut Pekabaran Injil dan Pendidikan yang ke 186, mari kita terus bersemangat dalam memberitakan, mengajar dan mendidik setiap warga gereja (pribadi dan keluarga) supaya menjadi pribadi-pribadi yang cerdas secara intelektual (IQ), emosional (EQ) dan spiritual (SQ).

Penginjilan yang mencerdaskan, mendidik tiap warga gereja untuk semakin terasah dalam pengajaran Firman, kuat dalam doa, rajin beribadah, belajar keras, dan ulet bekerja. Inilah transformasi hidup orang percaya kepada Kristus.

Selamat hut ke 186 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen GMIM. Terpujilah nama Tuhan Yesus. Amin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here