RHK Selasa, 29 Januari 2019

0
766

Runtuhnya Keangkuhan

Yeremia 33:4

 Setiap orang pasti memahami bahwa rumah merupakan lambang perteduhan yang menjaminkan rasa aman dan kenyamanan. Apa jadinya, jika tempat perteduhan itu, porak-poranda dan hanya menyisahkan reruntuhan puing tak berguna yang diakibatkan bencana alam atau sebab lainnya yang sulit bagi kita untuk menerimanya. Gundah hati dan merana, sudah pasti mengiringi ratap tangis menghadapi kejadian ini.

Di tengah situasi yang demikian jugalah, maka keadaan umat Tuhan di zaman nabi Yeremia mengalami hal yang lebih berat lagi. Dapat dipastikan, betapa mendebarkan dan meruntuhkan hati, kala umat mendengar petaka itu akan segera terjadi. Apalagi disampaikan nabi yang kejadiannya akan berlaku di seantero kota mereka, yang berarti tidak menyisahkan tempat untuk berlindung dan berteduh.

Namun ibarat pepatah: nasi sudah menjadi bubur, maka pemakluman makna yang terkandung di balik pepatah ini, yang dipahami bahwa semua sudah terlanjur. Reruntuhan puing perteduhan menjadi saksi bisu, kepiluan yang harus ditanggung karena sikap hidup keliru yang ditempuh turuti nafsu. Fakta inipun, sekaligus menjadi simbol runtuhnya keangkuhan, karena sesungguhnya, seruan nabi telah berulang kali meneriakkan perubahan hidup, tetapi berlalu tak diacuhkan.

Renungan untuk menjauhi sikap hidup yang mengeraskan hati, dari teguran dan nasihat Tuhan yang kerap ditutur melalui orang-orang terkasih dalam hidup keseharian kita, kiranya terinspirasi dari narasi nabi ini. Amin.

Doa:  Ya Tuhan, ajarilah kami menghargai orang-orang di sekitar kami, yang benar-benar mengasihi kami. Sehingga dijauhkan dari kami, keangkuhan diri, dalam kehidupan sehari-hari di tengah sesama kami. Amin.